Dari bukalapak.com, didapat informasi bahwa novel jadul yang ditulis oleh Wahab ini dibanderol seharga Rp 60.000. Itu pun stoknya hanya tersisa 1 lagi.Â
Dari onesearch.id, aku mendapatkan informasi bahwa Tara Anak Tengger terbitan Pradnya Paramita, Jakarta, tahun 1974 ini merupakan cetakan edisi ke-3.
Aku masih menyimpan buku ini sejak aku temukan pada 28 tahun yang lalu. Kini sampul bagian depannya sudah tidak ada.
Menyambut Hari Buku Nasional yang diperingati setiap tanggal 17 Mei, Kompasiana mengajak Kompasianer menumbuhkan semangat membaca sejak kecil kepada anak-anak Indonesia. Untuk itu aku ingin mengisahkan kembali pengalaman pribadi bersama buku ini pada masa kecilku dulu.
Anak Tengger dan Upacara Kesodo
Upacara "kesodo" dilakukan oleh suku Tengger dalam rangka menyambut tahun baru Saka. Dalam legenda masyarakat Jawa dikisahkan bahwa suku Tengger yang bermukim di lereng Gunung Bromo, ada hubungannya dengan kisah cinta Roro Anteng dan Jaka Seger, yang merupakan asal kata suku Tengger.
Upacara ini dilakukan untuk meminta berkat dan perlindungan dari Dewata agar melindungi dusun Mojosari dari segala macam bencana. Dipersembahkanlah sesajen dalam usungan berukir yang berisi kepala kerbau.
Upacara ini dipimpin oleh kepala suku Tengger, yang berpakaian lengkap memakai kain batik panjang dan destar berwarna hitam. Lengkap dengan keris pusaka yang terselip di pinggangnya.
"Tahun baru kita songsong dengan gembira. Tetapi jangan sekali-kali kita ingkar kepada Dewata," kata kepala suku dengan tenang.
Selain itu ada juga sesajen dalam baki dengan isi bermacam-macam yang dibawa oleh kaum ibu. Ada yang berisi rempah-rempah dan makanan, ada pula yang berisi kemenyan dan bunga-bungaan.