Lebih lanjut menurut sang manajer hotel, bahwa hingga triwulan I tahun 2021 ini, tren perbaikan kondisi tingkat hunian hotel belum menunjukkan indikasi membaik yang signifikan, meskipun sudah mulai terlihat bahwa lebih banyak orang yang mulai berwisata kini, setelah sekian lama terkurung akibat pandemi. Ini merupakan indikasi bahwa lama tinggal wisatawan mengalami penurunan.
Orang-orang memang jalan-jalan, tapi tidak banyak yang menginap. Hal ini juga menimpa hampir semua hotel yang ada. Hal ini tentu saja berkaitan dengan sikap para wisatawan yang masih waspada dengan isu pandemi, tentu saja hal ini baik adanya.
Namun, harus dicarikan solusi untuk mengurangi kekhawatiran wisatawan, sehingga roda ekonomi para pelaku wisata juga bisa terus berputar. Barangkali sentimen lebih positif akan tercipta mana kala wisatwan mendapatkan semacam jaminan bahwa destinasi wisata yang telah dibuka memastikan penerapan protokol kesehatan sesuai dengan aturan.
4. Meningkatkan Kolaborasi Pariwisata dan UMKM Melalui Berbagai Upaya Kreatif
Bila pada masa lalu paradigma perekonomian lebih tertuju kepada upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, di mana dengan Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) yang tinggi diharapkan akan memberikan efek menetes ke bawah (trickle down effect) yang akan menguntungkan masyarakat dalam jangka panjang, terbukti telah gagal.
Sebab, dengan melihat realitas pukulan ekonomi akibat pandemi seperti saat ini misalnya, gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi pada suatu daerah dengan membagi rata angka Produk Domestik Regional Bruto perkapita sebagai barometer tingkat kemakmuran masyarakat suatu daerah, tentu tidak dapat sepenuhnya digunakan untuk mengukur pemerataan pendapatan masyarakat.Â
Rumus itu tidak akan menangkap realitas kehidupan 30% karyawan hotel yang dirumahkan, atau pekerja serta karyawan bidang pekerjaan yang lainnya yang sudah lebih dahulu menjadi korban PHK.
Oleh sebab itu, indikator sehat tidaknya perekonomian kini lebih diarahkan kepada indikasi angka kemiskinan, tingkat ketimpangan, dan tingkat pengangguran.Â
Bila dulu cara instan untuk mendongkrak perekonomian dipandang melalui jalan industrialisasi, maka saatnya kini daya ungkit perekonomian diarahkan dengan meningkatkan semangat kolaborasi.
Sebab, ada satu hal yang menarik, bahwa di tengah kontraksi ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan minus itu, tampaknya sektor pertanian relatif lebih mampu bertahan, meskipun para petani selalu mengalami ironi sepanjang zaman. Mereka mampu bertahan, walaupun nyaris tanpa dukungan jaminan harga komoditi di pasaran.