Jadi, bisa dikatakan bahwa pengelolaan dan penyampaian informasi terkait penerapan adaptasi kebiasaan baru akan sangat menentukan berhasil tidaknya pemulihan dampak pandemi, termasuk di dunia pariwisata.Â
Ini menjelaskan suatu hal yang bisa dikatakan sebagai bisnis sentimen, hubungan penjagaan kesehatan (penerapan prokes dan vaksinasi) dengan tingkat kepercayaan publik dalam segala bidang.
Penjagaan kesehatan kita perlu dibarengi dengan tindakan pengurangan terjadinya kesenjangan informasi yang asimetrik. Janganlah hidup yang sudah susah dibuat lebih susah dengan berbagai informasi yang menyesatkan.
Banyak sekali hal buruk yang menarik untuk dibuat menjadi viral demi cuan. Namun, berbagai hal baik juga perlu dan lebih berguna diberitakan untuk mengungkit tumbuhnya semangat di tengah dunia yang sedang dirundung kemurungan.
2. Belajar untuk Bisa Melakukan Lebih Banyak Hal dari Biasanya
Di sela kegiatan musyawarah itu, saya mencoba bertanya kepada salah seorang manajer hotel berbintang yang cukup terkenal di Tanah Karo yang hadir di acara. Apa sebenarnya yang mereka, para pengusaha hotel, alami sehubungan dengan pandemi, dan apa yang mereka lakukan untuk bisa bertahan di tengah krisis ini.
Menurut sang manajer, hotelnya mau tidak mau harus ikut beradaptasi. Sejak pembatasan sosial diberlakukan akibat pandemi pada 2020 yang lalu, berdampak pada tingkat okupansi (hunian) hotel yang dia kelola, mengalami penurunan hingga 60%.
Di hotel yang dia kelola ada 3 jenis karyawan yang dipekerjakan, meliputi karyawan yang sifatnya kasual (harian), karyawan kontrak, dan karyawan tetap (permanen). Akibat pendapatan hotel yang menurun, dan demi pengaturan dalam rangka pencegahan dampak kesehatan, maka pihak manajemen hotel membuat kebijakan merumahkan karyawan hingga 30%.
Prihatin dengan karyawan yang dirumahkan, tentu saja. Namun, pihak manajemen juga dipaksa untuk mengurangi keluhan saat harus melakukan berbagai hal yang dulu sebelum pandemi tidak mereka lakukan.
Karyawan yang masih aktif hingga level manajer dituntut untuk lebih memiliki keterampilan multitasking, harus bisa mengerjakan beberapa aktivitas atau pekerjaan sekaligus dalam waktu bersamaan. Tentu saja hal ini juga akan diperlukan oleh para pelaku wisata secara umum.
3. Pemerintah Perlu Membuat Kebijakan tentang Sertifikasi Penerapan Prokes di Destinasi Wisata