Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Belajar Memahami Realitas "Tuak Bakar" sebagai Bentuk Kejeniusan Lokal

5 Maret 2021   15:33 Diperbarui: 5 Maret 2021   20:13 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara itu, beli barang tanpa bayar kontan memungkinkan orang banyak memperoleh benda-benda yang sebelumnya tak terjangkau dengan gampang. Baik dengan mencicil dan mengangsur, maupun dengan kartu kredit, yang akan melahirkan ilusi "mudah didapatkan" yang lainnya.

Sejauh ini, aku merasa bahwa tuak lokal tidak akan pernah bisa dikirim via online, sebab tuak lokal yang asli tidak akan mudah didapatkan. Jangan tanya kalau yang oplosan, bukankah semua yang dioplos akan berbahaya, Kawan?

Benar adanya pendapat Zoroastrianisme, bahwa di mana kesendirian berhenti, pasar pun mulai, dan di mana pasar mulai, mulai pulalah riuh rendah para aktor besar dan desau kerumun lalat beracun. Laku manusia yang tampak dalam adat istiadat, tradisi, ritual, seremoni dan praktik-praktik kehidupan dengan nilai keluaran yang terasa abstrak, akan ikut membentuk nilai biologis pada masyarakat, yang ikut memajukan perilaku mental praktis.

Bagi yang tidak atau belum memahami, terkadang laku hidup yang di luar kebiasaan yang dipahaminya, bisa membuat segala sesuatu terasa sedang berjalan tak masuk akal. Saya pun tidak percaya, bahwa tuak dalam kemasan plastik yang diikat kuat hingga nyaris hampa udara, tidak akan terbakar sekalipun diletakkan di atas bara api.

Tuak Bakar (Dokpri)
Tuak Bakar (Dokpri)
Sesuatu yang tidak terlihat, atau terlihat konyol, bukan berarti tidak nyata, Kawan! Cobalah mendekat, dalami, hingga kita bisa mengerti, mengapa bisa begitu?

Salam tuak. Mejuah-juah.

Rujukan:

Ini Alasan Presiden Jokowi Cabut Aturan Investasi Miras

Apollo (Mitologi)

Dionisos

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun