Saribudolok adalah sebuah kelurahan dengan luas 20,60 km, yang merupakan ibu kota Kecamatan Silimakuta, sebuah kecamatan di wilayah Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara. Bila diterjemahkan secara bebas, Saribudolok bisa berarti seribu bukit.
Kelurahan Saribudolok memang diapit oleh dua bukit, bukit Sipiso-piso di sebelah Utara dan bukit Singgalang di sebelah Barat.Â
Tanahnya subur, sehingga desa-desa (nagori, dalam bahasa Simalungun) di Kecamatan Silimakuta dikenal sebagai penghasil nanas, kol, kentang, cabai, tomat, jeruk, dan kopi.
Secara umum kondisi cuaca pada bentang wilayahnya mirip dengan Kabupaten Karo. Saribudolok memang berbatasan dengan Kabupaten Karo di sebelah Barat.
Jarak Medan-Saribudolok sekitar 150 kilometer, dapat ditempuh dalam waktu 3 hingga 4 jam, dengan menggunakan kendaraan roda empat. Sementara itu, dari Kabanjahe jaraknya sekitar 35 kilometer, dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 55 menit.
Dari sisi demografi, masyarakat yang mendiami wilayah Saribudolok terdiri atas suku Simalungun, Karo, Toba, Jawa, Tionghoa, dan suku-suku lainnya. Agama yang dianut oleh penduduk cukup majemuk, meliputi agama Kristen, Katolik, Islam, dan Budha.
Salah satu bukit yang cukup dekat untuk dijangkau dari kota Saribudolok adalah Dolok Singgalang. Ketinggian bukit ini diperkirakan sekitar 1.400 mdpl. Lahan-lahan pertanian penduduk tampak berbatasan langsung dengan punggung bukit ini.
Hari Rabu adalah hari pekan Saribudolok. Pedagang dari berbagai daerah, termasuk dari Kabanjahe, biasanya datang berdagang ke pasar ini pada hari pekan.
Pasar dalam bahasa setempat secara umum di Sumatera Utara disebut juga pajak, onan, atau tiga (bahasa Karo).
Kami singgah sebentar untuk membeli mie pecal yang dijajakan dengan sebuah gerobak dorong. Tampilan mie pecalnya cukup menggugah selera, dengan mie hun dan mie lidi yang tampak enak.Â
Campuran sayuran yang terdiri atas daun ubi rebus, irisan pucuk dan tangkai muda daun pepaya, irisan jipang, irisan kacang panjang, dan tauge rebus juga tampak segar menggoda. Apalagi sambal mie pecalnya adalah sambal kacang yang pedas-pedas enak.
Mereka berdua masih duduk di bangku sekolah. Namun, karena belajar tatap muka di sekolah belum dilaksanakan, maka mereka memutuskan untuk ikut berjualan di sekitar pajak lama Saribudolok pada hari pekan.
Mie pecal enak ini dijual hanya seharga Rp5.000 per bungkusnya. Tidak hanya menjual mie pecal, mas ini berdua juga menjual aneka gorengan yang hangat (tahu goreng, risol, bakwan), wajik, dadar gulung, kue lupis, dan kue lapis yang semuanya dijual Rp1.000 per biji.
Menurut KBBI, pasar adalah tempat orang berjual beli; pekan. Juga berarti kekuatan penawaran dan permintaan, tempat penjual yang ingin menukar barang atau jasa dengan uang, dan pembeli yang ingin menukar uang dengan barang atau jasa.
Masih dalam KBBI, pasar sebagai istilah dalam bahasa bisa berarti bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari, yang kurang baik tata bahasanya, pilihan katanya, dan sebagainya.Â
Walaupun demikian, sekalipun di pasar sering terdengar ucapan yang kurang baik dari sisi tata bahasa dan pilihan katanya, konsep pasar dalam ilmu ekonomi juga memandang informasi sebagai bentuk komoditi yang diperjualbelikan. Sebagaimana halnya aneka jenis barang dan jasa.
Mungkin konklusi yang mengatakan "Siapa yang menguasai informasi, dialah yang menguasai dunia," dibangun dari salah satu premis yang mengatakan "Siapa yang menguasai pasar, dialah yang menguasai informasi." Sebab, sudah sejak zaman dahulu kala orang-orang mengetahui bahwa, penguasa pasar adalah juga penguasa dunia. Bentuk lainnya mungkin juga penjajahan.
Duh, senangnya menikmati mie pecal sambil menggali berbagai asumsi untuk dijadikan dasar penarikan kesimpulan berdasarkan logika. Benar, logistik penting untuk logika yang sehat.
Makan mie pecal di Saribudolok
Murah meriah dan enak kok
Rujukan: Silimakuta-Simalungun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H