Terkadang sulit untukku memilih
Antara mengagumi atau sekadar keheranan
Cahaya, sebuah gejala yang sukar kupahami
Sebuah kilasan yang juga turut merekam kekerasan, tak melulu soal kebahagiaan
Bahkan berujung kematian
Maling dihakimi massa
Cekcok  rumah tangga
Adu fisik yang direkam tetangga
Kecelakaan lalu lintas yang menyisakan nestapa
Dan banyak lagi, kenyataan menyayat hati yang terekam cahaya
Seluruh tayangan dipertontonkan cahaya
Turut disaksikan oleh anak-anak generasi manusia
Demi memuaskan hasrat, pengakuan akan eksistensinya
Tanpa sadar, sebagian besar mungkin sedang mengidap dan memelihara penyakit jiwa
Bahkan diwariskan generasi ke generasi selanjutnya
Seperti apakah rasa manusia, yang tega menyiksa sesamanya?
Tidakkah ia merasakan, dibesarkan ayah-ibu dengan sangat berhati-hati sejak kecilnya?
Atau merasakan, membesarkan anak sendiri sejak masih kemerah-merahannya?
Kenapa ada yang bisa dengan seenaknya
Memukul, membacok, menikam, menyembelih, menembak, membakar, atau meledakkan manusia lain, yang bahkan ia tidak ikut membesarkannya?
Ibu maafkan mereka, mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.
Bapa maafkan aku, aku tidak tahu apa yang aku perbuat.
Suatu saat ketika kita menoleh ke sekeliling,
Hati kita mungkin seakan berbisik, "Tuhan, maafkan kami, mungkin sudah terlambat untuk mencegahMu berpaling dari kami."
Saat itu terjadi, kita mungkin baru menyadari bahwa Tuhan bisa saja sudah sejak lama memalingkan mukaNya dari kita.
Berhentilah menebarkan kekerasan,
Tanpa semua itu pun, hidup yang kita jalani sudah terasa sangat meletihkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H