Bambu adalah jenis tanaman yang memiliki banyak tipe, dan merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat. Kali ini kita akan mencoba melihat lebih dalam terkait seluk-beluk bambu, secara khusus terkait tanaman bambu yang tumbuh di dataran tinggi Karo, Sumatera Utara.
Kita juga akan mencoba melihat fungsi khas lainnya dari bambu, khususnya pada masyarakat Karo, yang menyebut bambu dengan nama "buluh".
Dari hasil wawancara saya dengan seorang kepala tukang yang sudah cukup senior dan terbiasa menggunakan material bambu sebagai bahan bangunan, saya mendapatkan setidaknya ada 6 (enam) jenis buluh (bambu) yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari suku Karo.Â
Penggunaan itu baik yang terjadi pada masa lalu, maupun yang tetap bertahan hingga saat ini. Mari kita lihat satu persatu.
1. Buluh Belangke
Jenis bambu yang satu ini ditandai dengan ciri bagian dalam rongga bambu yang sangat berkapur. Material yang seperti kapur itu adalah serbuk-serbuk yang sangat halus.
Sebagaimana umumnya bambu, jenis bambu yang satu ini biasa digunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari, seperi tiang-tiang penyangga untuk tanaman di ladang, peralatan dapur, maupun keperluan lainnya.
Regen adalah kata yang berarti miang dalam bahasa Indonesia. Jenis bambu yang satu ini ditandai dengan ciri bagian luarnya yang memang sangat banyak miang, serta bagian dalam rongga bambu yang tidak terlalu berkapur. Oleh sebab itu, jenis bambu yang satu ini digunakan sebagai wadah yang disebut bohan, digunakan untuk memasak lemang (rires, dalam bahasa Karo).
Jenis bambu yang satu ini ditandai ciri fisik di mana jarak antar ruas atau buku-bukunya yang lebih panjang dari pada bambu kebanyakan. Biasanya jarak antar ruasnya bisa hingga 1 meter atau lebih.
Karena bentuknya itu, bambu jenis ini pada masa lalu sering digunakan sebagai bahan untuk membuat senjata yang oleh suku Karo diberi nama "eltep". Dalam bahasa Indonesia sama artinya dengan "sumpit", sebagaimana senjata tradisional milik suku Dayak di Kalimantan.