Tidak selamanya kita muda
Tidak selamanya kita kuat
Tidak selamanya kita jaya
Tidak selamanya kita hidup
Ini adalah sebait kutipan permenungan dari Pdt. Wilhelmus Latumahina saat merasakan dukacita oleh karena kehilangan putranya (yang baru lulus SMA), karena sebuah peristiwa kecelakaan. Pdt. Wilhelmus adalah seorang Gembala Sidang GBI Betsaida di Serpong, Tangerang. Peristiwa kecelakaan itu juga merenggut sukacita keluarganya.
Sejak tanggal 29 Desember 2020 hingga malam pergantian tahun di 31 Desember 2020 yang lalu, saya bersama keluarga memilih untuk merenungi hari-hari akhir satu tahun berjalan pada 2020 di sebuah rumah mungil di atas bukit. Bukit yang dinamakan Kacinambun Highland.
Bukan saja sekadar merenungi kesementaraan hidup, rasanya perenungan dalam privasi, yang tentu saja berarti mengambil jarak dari kerumunan dan keramaian, adalah sesuatu yang penting dalam masa-masa sulit akibat pandemi seperti pada tahun 2020 yang lalu. Perayaan dalam keramaian, kegiatan apa pun itu, bukanlah sesuatu yang dianjurkan. Rindu pun terkadang harus disimpan, sebab tidak mudah dan tak selalu aman untuk bepergian.
Dalam kenyataan keseharian dengan berbagai pembatasan dan penyesuaian selama hampir setahun, banyak hal yang tak lagi sama dan mungkin tak akan lagi pernah sama untuk selanjutnya. Bahkan bila pandemi (yang semoga saja) akan segera berakhir, kita mungkin sudah terbiasa dengan apa yang sudah berlangsung lama, dan oleh sebab itu menyesuaikan diri dengannya. Baik bagi anak sekolah, berbagai jenis pekerjaan, hiburan, wisata, maupun peribadatan, dan hal-hal lainnya.
Pada 31 Desember 2020, kebaktian malam pergantian tahun kami lakukan lebih awal. Pukul 20:00 WIB, setelah makan malam, kami anak-anak dan menantu Bapak dan Mamak, adik-adiknya, sepupu, bersama cucu-cucunya, tenggelam dalam kebaktian singkat dan sederhana, di tengah sunyinya malam yang dibalut hawa dingin alam pegunungan, di sebuah rumah yang mungil.
Pukul 21:00 WIB kebaktian malam pergantian tahun itu pun usai. Selanjutnya, masing-masing orang melakukan aktivitasnya masing-masing menunggu pukul 24:00 WIB. Anak-anak memilih menonton televisi dan bermain gim.
Malam itu, bagaimana pun anak-anak lebih bebas. Selain karena malam itu adalah momen sukacita, juga karena kami berada di rumah kakek dan nenek anak-anak.
Saya sendiri memilih berdiang di sebuah tungku dengan beberapa kayu bakar yang membara. Dalam perenungan itu semakin nyata bahwa kesehatan, baik pribadi dan keluarga, adalah investasi yang paling mahal. Setidaknya begitu dari pengalaman sepanjang tahun 2020 yang baru berlalu.