Ada sebuah kutipan dari Ayu Utami, seorang novelis dan wartawan, kelahiran Bogor, 21 November 1968, katanya, "Kadang sesuatu hadir begitu sederhana, sehingga kita enggan mengakuinya." Sering kali dibutuhkan kepekaan untuk mampu melihat intisari dari hal-hal yang tampak begitu sederhana.
Namun, ia bisa dilatih dengan terjun ke lapangan. Itu juga bermanfaat membentuk sudut pandang yang khas dari seorang penulis.
Kemampuan khas itu tentulah memungkinkan seorang jurnalis mampu menata gambaran, bukan saja tentang apa yang digambarkan, tapi juga mengartikulasikan pesan yang ingin disampaikan lewat tulisan.
Terkadang lebih baik untuk berasumsi bahwa kita menulis untuk orang-orang biasa. Untuk itu kita semakin menghindari istilah-istilah teknis. Bukankah penting bagi akademisi sekalipun untuk merendahkan diri agar bisa dimengerti?
Seorang jurnalis atau penulis lokal, janganlah hendaknya mendangkalkan isu-isu lokal, sembari memuliakan (mengglorifikasi) isu-isu nasional atau global. Seolah tingkat kepentingan isu-isu di pusat selalu lebih penting dari pada isu-isu lokal.
Hal seperti itu tampak dalam kenyataan, bagaimana misalnya jeruk manis dari Tanah Karo yang dipasarkan di pasar induk Caringin, Jawa Barat, tanpa disadari oleh orang Sunda yang membelinya, baik yang tinggal di Bandung, Majalengka, dan sekitarnya, disajikan saat mereka merayakan ritual-ritual kehidupannya. Bahkan orang Karo pun mungkin tidak menyadari untuk tujuan apa saja jeruk yang mereka datangkan dari dataran tinggi Tanah Karo itu dibeli oleh pembeli di pasar induk Caringin, yang dekat dengan terminal Leuwipanjang itu.
Mengapa hal seperti itu perlu diberitakan?
Jelas bahwa untuk mengkomunikasikan gagasan diperlukan pengetahuan lapangan, yang mana itu berhubungan erat dengan pengetahuan akan bahasa publik. Seringkali sebuah kebijakan menjadi mandeg hanya karena gagasan dari para akademisi dan ilmuwan gagal menyentuh perasaan pembaca.
Tugas seorang jurnalislah untuk menjembatani kelemahan ini, kesenjangan komunikasi gagasan antara sumber berita dan pembaca. Sebab bahasa penting untuk mengkomunikasikan gagasan.
Dalam contoh sekilas liputan jeruk manis Karo yang dipasarkan di pasar induk Caringin itu, bukankah itu bermakna akan mengartikulasikan sebuah pesan bahwa sesuatu yang bersifat lokal pun bisa saja membahana menjadi isu regional, nasional bahkan global? Bukankah bila pasokan jeruk manis itu terganggu dari Tanah Karo, maka terganggulah ritual-ritual kehidupan sebagian orang Sunda yang sudah terbiasa merayakannya dengan jeruk Tanah Karo? misalnya.
Demi mengetahui kenyataan ini, rasanya para petani jeruk pun akan semakin mengetahui arti penting peran mereka. Bagi para pembeli pun barangkali akan mengenal Tanah Karo bukan saja karena masalah erupsi gunung Sinabung saja, atau bahkan tidak dikenal sama sekali. Dalam konsep ini, jeruk manis Tanah Karo tampil dalam gambaran sebuah subjek yang turut menentukan tatanan kehidupan di tempat lain, yang melintasi batas-batas, baik geografi, kultur, religi, dan sebagainya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!