Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Wisata Murah dan Aman, Sambil Meluhurkan Museum dan Memuliakan Kebudayaan

9 November 2020   00:02 Diperbarui: 10 November 2020   19:35 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana perkampungan Karo, Museum GBKP (Dokpri)

 "Meluhurkan museum, memuliakan kebudayaan" adalah kutipan pernyataan dari Putu Supadma Rudana, Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) di hadapan para Ibu Negara dalam salah satu rangkaian acara pada KTT ASEAN, tanggal 18 November 2011.

Sekilas mendengar kata museum mungkin akan terkesan dingin, sunyi, suasana remang-remang, membosankan, bahkan mungkin bisa terkesan meyeramkan. Maklum saja, museum memang berfungsi menyimpan berbagai koleksi benda-benda peninggalan yang sudah berusia tua. Satu hal lagi, biasanya tidak ada jajanan makanan di museum, karena museum bukan tempat untuk makan-makan.

Oleh sebab itu, museum adalah salah satu pilihan murah dan aman untuk melakukan kegiatan wisata, terutama di masa pandemi covid-19 seperti sekarang. Aman, karena memang tidak terlalu banyak orang yang suka jalan-jalan ke museum. Biasanya hanya siswa/ siswi atau mahasiswa/ mahasiswi, yang seringkali harus ke sini karena tugas. Murah, karena di sini tidak ada jajanan.

Selain murah dan aman, sebenarnya jalan-jalan ke museum, terutama bagi anak-anak akan sangat bermanfaat. Ya, jalan-jalan ke museum di hari libur bisa sekalian untuk belajar, bagi yang suka. Hehe.

Jalan-jalan ke museum adalah wisata sambil istirahat yang berkualitas. Jalan-jalan atau wisata ke museum adalah "pekerjaan" yang baik. Jadi, tidak salah bila ketua umum AMI mengatakan bahwa meluhurkan museum adalah sama halnya dengan memuliakan kebudayaan.

Tulisan aksara Karo (Dokpri)
Tulisan aksara Karo (Dokpri)
Ada sebuah ungkapan dari orang Romawi, "Vacare studio", artinya mengambil waktu tidak bekerja untuk belajar. Dengan kata lain, berlibur untuk belajar, belajar dari jalan-jalan.

Adalah Museum Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) yang berlokasi di Komplek Taman Jubileum Retreat Center GBKP, Jl. Jamin Ginting Km. 45, Desa Sukamakmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia. Peletakan batu pertama museum ini dilakukan pada 30 Juli 1990, bersamaan dengan peresmian Taman Jubelium 100 Tahun GBKP.

Gerbang Museum GBKP (Dokpri)
Gerbang Museum GBKP (Dokpri)
Peresmian Museum GBKP ini dilaksanakan pada 11 Agustus 2007, oleh Gubernur Sumatera Utara Rudolf Pardede. Museum ini dibangun untuk melestarikan materi dan dokumen sejarah masuk dan berkembangnya agama Kristen di tengah orang Karo. Selain itu, museum ini juga berfungsi dalam rangka penataan benda-benda budaya Karo dan bahan-bahan dokumen sejarah GBKP.

Dari laman blog resmi Museum GBKP, dijelaskan bahwa museum ini mempunyai koleksi lebih kurang 400 item, yang meliputi koleksi arkeologi, etnografi, keramik, filologi, numismatika/ heraldika. Sementara itu, dalam penjelasan profil museum pada portal resmi AMI, disebutkan bahwa koleksi museum GBKP ada sebanyak 143 koleksi, meliputi koleksi etnografi, arkeologi, sejarah, filologi, dan keramik.

Pintu masuk Museum (Dokpri)
Pintu masuk Museum (Dokpri)
Beberapa koleksi Museum (Dokpri)
Beberapa koleksi Museum (Dokpri)
Ada 428 museum di seluruh Indonesia yang sudah terdaftar menjadi anggota AMI, menurut daftar yang disusun per Januari 2016, dan disebutkan masih dalam penyempurnaan. Salah satunya yang sudah terdaftar adalah Museum GBKP, yang berlokasi di Retreat Center GBKP, Sukamakmur ini.

Dengan melihat koleksi peninggalan jejak masa lalu nenek moyang suku Karo di museum ini, kita generasi saat ini bisa menyaksikan bukti-bukti keahlian, keterampilan dan tentu saja kualitas pemikiran nenek moyang suku Karo.

Artefak yang terdiri dari karya seni, alat musik, peralatan agrikultur, peralatan rumah tangga, peralatan perang, peralatan medis dan pengobatan, jelas memperlihatkan bahwa nenek moyang suku Karo sejak zaman dahulu sudah piawai dalam hal seni, bahasa, logika, aritmatika, geometri, dan astronomi.

Koleksi Keteng-keteng/ Kulcapi: Alat musik petik (Dokpri)
Koleksi Keteng-keteng/ Kulcapi: Alat musik petik (Dokpri)
Koleksi Suling dan Gendang Penganak/ Alat musik (Dokpri)
Koleksi Suling dan Gendang Penganak/ Alat musik (Dokpri)
Tingkat keadaban nenek moyang suku Karo ini mestilah didukung oleh daya pikir dan olah rasa yang tinggi. Seandainya warisan surat lak-lak asli yang hingga kini mungkin masih banyak disimpan di Eropa (sebagaimana kesaksian Pater Leo Joosten, seorang pastor penggiat budaya dan bahasa Batak secara umum, dan Karo khususnya, yang kini tinggal menetap di Tanah Karo dan sudah menjadi WNI), dapat kembali ke tanah air, mungkin akan semakin lengkaplah jejak intelektualitas nenek moyang suku Karo, termasuk dalam hal kesusasteraan.

Waktu berkunjung ke museum ini buka dari hari Rabu sampai Senin, pukul 8:00-18:00 wib, dan tutup pada hari Selasa. Saat masuk kami tidak dipungut tiket, tapi ada disediakan kotak sumbangan sukarela.

Waktu berkunjung ke Museum (Dokpri)
Waktu berkunjung ke Museum (Dokpri)
Selain melihat koleksi benda-benda peninggalan di dalam gedung museum, di belakang gedung utama kita juga bisa menikmati suasana perkampungan Karo.

Perkampungan Karo di lokasi Museum GBKP ini, merupakan bentuk usaha pelestarian rumah adat Karo, dengan merekonstruksi dan menghadirkan kembali gambaran kehidupan masyarakat Karo pada masa lalu, lengkap dengan lingkungan kesehariannya, agar para pengunjung dan mayarakat Karo khususnya dapat kembali merasakan dan memahami kehidupan nenek moyangnya pada masa itu.

Suasana perkampungan Karo, Museum GBKP (Dokpri)
Suasana perkampungan Karo, Museum GBKP (Dokpri)
Suasana rumah Lesung, Museum GBKP (Dokpri)
Suasana rumah Lesung, Museum GBKP (Dokpri)
Jarak tempuh menuju lokasi ini juga cukup mudah dijangkau. Hanya berjarak sekitar 45Km dari kota Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara, dan sekitar 32Km dari Kabanjahe, ibu kota Kabupaten Karo.

Di teras rumah adat Karo (dokpri)
Di teras rumah adat Karo (dokpri)
Setengah bercanda kepada anak-anak, aku bilang mungkin ilmu nenek moyang kita tidak kalah dengan Trivium dan Quadrivium-nya Socrates dan Plato. Terima kasih sudah menjaga mereka semua untuk kami, terima kasih museum GBKP, anak-anak senang kemari.

Rujukan: 1, 2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun