Epilog, sebuah lelucon
Besoknya, saat bangun pagi, matahari bersinar lembut menghangatkan bumi. Ternyaata Bruna dan anak-anaknya berhasil melewati malam berat kesekian kali. Aku jadi teringat sebuah lelucon dari seorang teman.
Dia memiliki seekor anjing jantan yang badannya cukup besar. Anjing ini seringkali menggonggongi salah saorang tetang depan rumahnya.
Kesal digonggongi setiap kali dia lewat saat akan masuk ke rumahnya, tetangganya ini pun melempari anjing itu. Kebetulan pada saat itu, teman saya ini sedang berada di rumahnya, dan melihat apa yang terjadi dari balik jendela rumahnya.
Dia segera keluar rumah, dan menegur tetangganya itu dengan keras, "Kenapa kau lempar anjingku itu?" Katanya sambil menunjuk ke arah anjingnya yang lari ketakutan entah mau ke mana.
Lalu kata tetangganya, "Apa kau bilang? Anjingmu itu yang kurang ajar selalu menggonggongi aku!"
Teman saya ini kemudian menjawab dengan sangat cerdas, "Kau baru tahu ya? Sampai kapan pun anjing akan tetap menggonggong, bukannya mengembek."
"Jadi, selama anjingku masih menggonggong, bukan mengembek, jangan kau coba-coba melempar anjingku ya!" Pungkasnya.
Tetangga dari temanku ini hanya berdiri terpaku, dengan sisa sebongkah batu yang hampir lepas dari genggamannya. Ia tidak tahu lagi mau berkata apa mendengar jawaban pamungkas teman saya ini.
Aku pun tersadar, Bruna hanyalah seekor anjing. Tidak mungkin dia berteriak pada malam itu, menjelaskan apa yang terjadi, "Hei, kamu tahu nggak ini November dan musim hujan! Rumahku kebanjiran tahu!?"
Â
Dipersembahkan untuk memperingati hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional, 5/11/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H