Maksudnya adalah, "Mendapatkan matahari dan bulan", atau "Mendapatkan pemanjat pinang dan yang menumbuk penganan". Artinya secara gamblang, agar kedua mempelai segera mendapatkan momongan, anak laki-laki dan anak perempuan.
2. Pada upacara adat kematian
Warna yang mendominasi pada upacara adat kematian adalah warna hitam. Maknanya adalah, bahwa orang yang wafat akan segera menjumpai tanah, atau berubah warna serupa tanah, atau menjadi tanah.
Warna hitam juga adalah simbol rasa duka yang mendalam. Akibat sanak saudara yang segera kembali menjadi tanah, maka akan berkurang teman untuk bermusyawarah.
Pada "tudung lolo", yang dipakai oleh wanita yang berduka, maka tudung yang dipakai berwarna hitam. Nama kainnya adalah "uis kapal". Mengikuti suasana kedukaan, bentuknya tidak sebagus tudung pada upacara adat pernikahan.
3. Pada upacara sakral lainnya
Dalam pelaksanaan upacara sakral lainnya, yang menegaskan perlunya kehadiran unsur kesucian, seperti misalnya upacara memanggil arwah (perumah begu), mandi ke sungai (erpangir ku lau), maka umumnya warna pakaian dan dekorasi tempat pelaksanaan upacara digunakan kain (dagangen) berwarna putih.
Sementara itu, tudung biasa, yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari, bisa menggunakan kain sarung, kain panjang atau larik dan yang sejenisnya.
Dalam kehidupan sehari-hari kaum wanita pada suku Karo, kita biasa menemukan wanita yang mengenakan tudung. Tidak saja dalam upacara adat, tapi termasuk juga sebagai pelindung kepala dari terik matahari saat bekerja di ladang atau di sawah.
Walaupun nilai-nilai budaya yang terkandung dalam suatu alat kelengkapan berpakaian terasa sebagai sebuah nilai yang abstrak, ia lahir dari proses perenungan yang panjang, holistik, dan komprehensif.
Cara berpakaian dalam sudut pandang budaya, sebagaimana tampak dalam filosofi benang sitelu rupa pada suku Karo, juga menjadi bagian integral kehidupan manusia dalam konteks wilayah, dan keselarasan dengan alam ciptaan sebagai suatu keutuhan. Kearifan lokal yang menopang kesinambungan hidupnya.
Catatan terjemahan:
Dilaki: laki-laki dalam bahasa Karo
Diberu: perempuan dalam bahasa Karo
Pinang: buah pinang, kelengkapan untuk memakan sirih
Nutu: menumbuk padi menjadi tepung
Cimpa: sejenis penganan yang terbuat dari tepung beras yang diolah dengan gula aren