Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ketika di Rumah Saja Berarti Gaya Hidup yang Melampaui Sekadar Tagar

8 Juni 2020   01:36 Diperbarui: 8 Juni 2020   02:28 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah menjalani lebih kurang tiga bulan penyesuaian gaya hidup akibat pandemi, dengan #di rumah saja, bagaimana kabar kamu? Semoga baik-baik saja. Bila ada rasa bosan, stress karena menjalani rutinitas yang tidak biasa, atau penurunan penghasilan, mungkin itu dirasakan juga oleh banyak orang lainnya.

Kita juga turut prihatin dengan saudara-saudara kita yang telah kehilangan anggota keluarganya, sahabat atau rekan kerja karena covid-19. Tantangan akibat berbagai pembatasan dengan anjuran di rumah saja, juga belum seberapa bila dibandingkan dengan tantangan para dokter, perawat dan tenaga medis lainnya yang berhadapan langsung dengan risiko terpapar langsung virus Corona, terutama pada daerah yang merupakan episentrum penyebaran virus ini.

Jadi, bersabarlah dan tetap jaga kesehatan, karena pada saatnya nanti, penyesuaian-penyesuaian gaya hidup ini mungkin akan menjadi budaya baru dalam hidup kita seterusnya.

Berbicara soal gaya hidup, alangkah baiknya bila kita mencoba berbagai alternatif mengatasi rasa bosan dan stress dan syukur-syukur bila bisa membantu menambah penghasilan. Walaupun mungkin bersifat sementara dalam jangka pendek, alternatif itu bisa juga berasal dari hal-hal yang terkait dengan dengan hobi, kesehatan dan karir kita. Berikut ini adalah beberapa alternatif yang merupakan hasil kompilasi saya selama di rumah saja.

1. Membunuh rasa bosan dengan mendengarkan musik dan menonton film

Hobi setiap orang tentu berbeda-beda, tapi satu hal yang sama bahwa tidak ada orang yang merasa bosan bila memiliki banyak kesempatan melakukan hobi yang disenanginya.

Saya pribadi sangat menyenangi musik dan menonton film. Musik pop, rock, jazz, maupun orkestra semua saya senangi. Lagu dengan melodi yang enak didengar dan lirik dengan makna yang mendalam tentu akan melekat erat dalam memori kita.

Bagi saya pribadi, lagu-lagu semacam itu kebanyakan berasal dari masa dekade 90-an. Barangkali karena pada masa itu adalah masa saya remaja dan beranjak dewasa. Melodi dan liriknya terasa seperti refleksi atas pengalaman diri sendiri. Nah, masa-masa di rumah saja tentu memberikan kita banyak waktu untuk bernostalgia dengan lagu kesayangan kita.

Selain mendengarkan dan menikmati audio visual lagunya yang mudah ditemukan di Youtube, bagi seseorang yang suka menulis, pengalaman yang timbul dari lagu-lagu kesayangan bisa juga menjadi bahan ulasan untuk dituliskan pada blog pribadi atau blog yang terbuka untuk publik seperti Kompasiana ini.

Baca: "Au Clair de La Lune", di Bawah Sinar Rembulan

Kalau untuk hobi menonton film, saya menyenangi film dengan genre drama maupun film-film dokumenter. Tentu film dari berbagai genre lain pun banyak juga yang bagus dan layak ditonton. Kecuali bila menonton film memang bukan hobi kita, ya tentu semua itu tidak ada yang menarik.

Bagi orang yang hobi menonton film, saya meyakini itu tidak hanya berpotensi menjerumuskan penikmatnya ke dalam sikap kultus selebritis. Sebuah proses imitasi budaya, gaya hidup maupun kepribadian dari aktor dan aktris yang diidolakannya. Namun, secara positif juga mampu membangun imajinasi, memperkaya narasi maupun menambah pengetahuan semua anggota keluarga, bila dikelola dengan sepatutnya.

Menonton film juga adalah hobi yang memberikan hiburan yang menyenangkan bagi setiap anggota keluarga. Selain manfaat di atas, sama halnya dengan mendengarkan musik, menonton film juga adalah salah satu sumber referensi bagi orang-orang yang suka menulis.

Baca: Seperti "Arthur and The Invisibles", Temukan Cerita Petualanganmu di Rumah bersama Keluarga!

Jadi dengan mendengarkan musik, menonton film, kita juga bisa membuat tulisan berisi ulasan dan pengalaman kita atas sebuah film atau lagu. Tidak saja bagi kita pribadi, dokumentasi musik dan film dalam tulisan kita, mungkin suatu saat juga akan bermanfaat bagi orang yang mencari informasi tentang lagu atau film yang sama-sama kita sukai.

Hobi menjembatani hubungan dari orang-orang dengan minat yang sama.

2. Menjaga kesehatan dengan menekuni kembali hobi lama maupun menggali bakat dalam hobi baru

Tagar #di rumah saja tentu saja bisa kita pahami bersama bahwa bukan maksudnya untuk kita hanya rebahan saja di rumah sepanjang hari. Sebab bila demikian halnya, bukan saja menimbulkan rasa bosan, tapi juga berbahaya bagi kesehatan kita.

Menjaga aktivitas fisik adalah hal yang sangat penting dalam menjaga kesehatan, sekalipun kita berada dalam lingkungan yang lebih terbatas.

Bagi golongan orang yang tidak terlalu suka berolahraga yang agak berat-berat seperti saya, maka berolahraga sambil melakukan hobi adalah cara sederhana untuk menggabungkan kedua manfaatnya. Orang seringkali mengabaikan olahraga sebab seringkali untuk menjadi sehat rasanya tidak enak dan tidak menyenangkan, berat.

Hobi menjembatani kesehatan dengan kesenangan. 

Aktivitas fisik rumahan adalah olahraga paling mudah yang bisa kita lakukan. Banyak hal tentang itu, bisa mencuci pakaian, menyetrika, mencuci piring, menyapu dan mengepel rumah, memasak, dan lain sebagainya. Hehe.

Biasanya semua pekerjaan itu dikerjakan oleh ibu, istri, atau anak perempuan. Bagi orang yang biasa memiliki pembantu pun, tampaknya semua aktivitas itu sudah mulai sedikit demi sedikit dikerjakan sendiri. 

Bukan saja karena pemasukan setiap orang yang terganggu karena covid-19 ini, tapi karena sebagian besar orang tampaknya saat ini sudah agak parno bila harus berhubungan dengan orang lain yang bukan keluarganya sendiri. Takut bila orang asing yang suka kesana kemari akan menjadi pembawa virus yang membahayakan semua anggota keluarga.

Fakta ini memang tidak menyenangkan, tapi begitulah tantangan yang harus kita carikan penyesuaian untuk jalan keluarnya. Bagi saya pribadi, walaupun tidak melakukan semuanya, setidaknya memasak adalah sebuah hobi yang lama yang saat ini kembali saya nikmati untuk ditekuni.

Apalagi bila masakan yang kita buat habis dilahap oleh seluruh anggota keluarga. Rasanya hidup kita sangat bermanfaat, hehe.

Selain itu ada yang menarik dari kenyataan ini. Dalam pikiran anak-anak selama ini, seolah sudah terpatri bahwa yang tahu memasak itu adalah ibu. Maka bila dalam tiga bulan ini bapak hampir selalu memasak untuk makan siang atau makan malam itu adalah suatu hal yang tidak biasa.

Apa boleh buat, pandangan seperti ini cukup memprihatinkan. Anak-anakpun sudah membawa bakat persoalan mengenai isu gender dalam dirinya sejak dini, bila ini terus dibiarkan. Begitulah budaya bisa membentuk pandangan hidup seseorang. Sebaliknya juga, pandangan orang-orang yang terus dilestarikan bisa membentuk budaya, walaupun sebenarnya salah kaprah, bila memandang bahwa dapur seolah adalah teritorialnya ibu saja.

Memasak sayur dan lauk, dalam rentang masa di rumah saja selama tiga bulan menantang bapak-bapak yang juga hobi memasak untuk meracik kembali resep dan menu-menu lama. Selain itu juga menggoda untuk mencoba menu-menu baru.

Bahkan sayang rasanya bila pengalaman yang sebenarnya sudah sewajarnya ini, berlalu begitu saja. Maka itu, selain direkam kedalam tulisan, alangkah menariknya juga bila pengalaman memasak berbagai resep dan menu untuk santapan keluarga ini direkam dalam bentuk video.

Rasanya mudah sekali menemukan banyak orang dengan unggahan acara masak-memasak di Youtube saat ini. Mulai dari yang dikemas secara serampangan maupun yang dikemas dengan sangat apik, semua ada di sana.

Setidaknya salah satunya ada yang dari saya, sebagaimana bisa kamu saksikan pada link berikut ini https://www.youtube.com/watch?v=A3rgxjoivnE&t=99s. Jangan lupa like, subscribe, comment dan share ya, terimakasih.

Selain memasak untuk santap siang dan malam, memasak dengan keluarga juga memberikan spektrum yang lebih luas bagi orang tua untuk kembali mengingat berbagai panganan tradisionil yang mungkin sudah sangat jarang dibuat sebelum masa di rumah saja.

Maklumlah, kesibukan selama masa normal sebelumnya membuat hampir berbagai hal yang dikatakan tradisional terasa membuang-buang waktu, kolot dan merepotkan. Saat ini, ketika mau tidak mau waktu bersama di rumah lebih tersedia, makanan tradisional yang hampir punah itu pun kembali tersaji di atas tikar atau meja makan keluarga-keluarga.

Baca: Kala Kesabaran dan Ungkapan Syukur Lumer dalam Sebungkus "Jong Labar"

Apakah ini berhubungan erat dengan gaya hidup baru yang tumbuh subur di masa pandemi ini, ataukah hanya karena rasa penasaran saya sendiri sehingga semakin sering mencari hal yang demikian? Saya tidak tahu. Namun, anak saya yang paling kecil pun sampai berkata, "Mak, selama di rumah saja kam makin pintar masak", hehe.

3. Menekuni hobi sebagai peluang karir atau pemberi tambahan penghasilan di masa depan
Namanya juga menuju tatanan baru, new normal, atau hidup baru, tentu kita perlu melakukan langkah-langkah antisipatif seandainya pekerjaan juga mengharuskan kita melakukan penyesuaian pada masa-masa mendatang. 

Bukan panik, tapi tampaknya kuantitas tenaga kerja adalah salah satu aspek yang mungkin akan menjadi kajian yang paling penting terkait dengan pekerjaan di masa mendatang, atau bahkan saat ini.

Bagaimana tidak, bila masa pandemi ini membuat orang-orang yang bekerja terutama di lapangan-lapangan kerja formal dibatasi jumlah yang bisa hadir secara fisik ke tempatnya bekerja, namun tampaknya kehidupan di tempat kerja masih berjalan seperti biasa, tidakkah ini bermakna bahwa selama ini bahkan orang yang bekerja pun bisa dibilang sebenarnya tidak jelas mengerjakan apa?

Apalagi bila sebagian besar pekerjaan pun ternyata bisa dikerjakan dari rumah saja, barangkali pekerjaan itu sebenarnya hanya membutuhkan cukup sedikit orang saja dan selebihnya dibantu oleh mesin dan teknologi, oleh komputer dan dengan internet.

Tentu meskipun begitu, karena hakikat hidup adalah bekerja, maka dengan atau tanpa lapangan pekerjaan formal semacam di atas itu, sebenarnya semua orang harus bekerja dalam hidupnya, setidaknya untuk bisa makan.

Oleh sebab itu, tidak ada salahnya untuk berpikir bahwa menekuni hobi adalah peluang besar untuk menjadikannya karir kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Sampai saat ini yang masih diketahui bahwa mesin yang bekerja secara otomatis adalah akibat terprogram secara komputerisasi, bukan karena hobi.

Hobi menjembatani sebuah pekerjaan dengan rasa senang dan kebahagiaan. 

Menjadi menarik untuk direnungkan, apakah perbedaan hasil dari dua pekerjaan yang sama, di mana yang satu dikerjakan dengan presisi oleh mesin tanpa perasaan, dan yang satu lagi dikerjakan oleh seseorang dengan sangat antusias, penuh penghayatan dan perasaan?

Bila ukurannya hanya soal kuantitas tentu mudah sekali mendapatkan jawabannya, pasti manusia kalah oleh mesin. Namun, bila ukurannya adalah kualitas tunggu dulu. Bila kepuasan yang dituangkan dalam perasaan adalah ukuran kualitas tertinggi, tentu hasilnya relatif bagi semua orang.

Mengutip sebuah pendapat dari Heidegger terhadap sains dan teknologi sebagaimana tampak dalam sebuah perdebatan akademik yang hangat di media sosial akhir-akhir ini, antara beberapa orang dengan Goenawan Mohamad, katanya menurut Heidegger "Dunia yang tampil melalui sains dan teknologi adalah dunia yang telah mengalami pembingkaian. Pembingkaian ini kata Heidegger menjadi esensi dari teknologi." Lalu orang itu bertanya ke Mas Goen, "Adakah pengetahuan lain yang tidak membingkai atau mereduksi objeknya?"

Menurut Mas Goen ada, yaitu seni. Sebab katanya, "Seni memungkinkan manusia menghadapi dunia dimana "aku" menyambut "yang-bukan-aku", dengan terbuka dan membiarkannya leluasa, tanpa pembingkaian.

Bagi saya pribadi, debat itu membantu menghubungkan sebuah analogi bahwa hanya jika nanti mesin juga sudah mampu merasai dan dirasai melampaui rasa manusia, rasanya peluang karir di bidang seni ini adalah salah satu pilihan karir berjembatan hobi yang patut untuk tetap diperhitungkan sebagai sebuah pekerjaan atau cara mencari makan.

Bila bukan menghasilkan dalam jumlah besar, setidaknya ia bermanfaat menyambung hidup dan mencukupi kebutuhan. Rasa pun adalah jenis kebutuhan yang penting untuk dipenuhi.

Saya pribadi, selama masa pandemi ini senang menikmati hobi membuat berbagai kerajinan dari kayu, selain menulis di Kompasiana. Akibat dari kombinasi keduanya salah satunya adalah artikel ini.

Baca: membuat instalasi tiang anggrek dan meja sudut surealis dari kayu

Hanya bentuk-bentuk sederhana berupa meja-meja kecil dengan kaki akar kayu-kayu bekas, dan instalasi untuk tempat menempelkan bunga-bunga anggrek yang ditanami oleh istri saya. Walaupun begitu, ada juga ternyata yang bertanya apakah benda-benda itu bisa diorder.

Meja dari kayu bekas (Dokpri)
Meja dari kayu bekas (Dokpri)
Akar kayu untuk gantungan bunga (dokpri)
Akar kayu untuk gantungan bunga (dokpri)
Bengkel kecil kerajinan kayu di teras rumah (dokpri)
Bengkel kecil kerajinan kayu di teras rumah (dokpri)
Tentu masih terlalu prematur untuk menilainya sebagai hobi yang bisa menghasilkan tambahan pendapatan dan sampai kapan hobi ini saya senangi. Ataukah ini hanya efek sementara karena diharuskan di rumah saja?

Apapun itu, respons dari para pembaca yang melihat karya seni yang dihasilkan melalui hobi dalam dokumentasi tulisan, adalah alternatif yang baik untuk dipertimbangkan sebagai jaga-jaga.

Hobi adalah jembatan emas yang menghubungkan gaya hidup dalam sudut pandang kesehatan dengan karir yang melampaui sekadar tagar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun