Maklumlah, kesibukan selama masa normal sebelumnya membuat hampir berbagai hal yang dikatakan tradisional terasa membuang-buang waktu, kolot dan merepotkan. Saat ini, ketika mau tidak mau waktu bersama di rumah lebih tersedia, makanan tradisional yang hampir punah itu pun kembali tersaji di atas tikar atau meja makan keluarga-keluarga.
Baca: Kala Kesabaran dan Ungkapan Syukur Lumer dalam Sebungkus "Jong Labar"
Apakah ini berhubungan erat dengan gaya hidup baru yang tumbuh subur di masa pandemi ini, ataukah hanya karena rasa penasaran saya sendiri sehingga semakin sering mencari hal yang demikian? Saya tidak tahu. Namun, anak saya yang paling kecil pun sampai berkata, "Mak, selama di rumah saja kam makin pintar masak", hehe.
3. Menekuni hobi sebagai peluang karir atau pemberi tambahan penghasilan di masa depan
Namanya juga menuju tatanan baru, new normal, atau hidup baru, tentu kita perlu melakukan langkah-langkah antisipatif seandainya pekerjaan juga mengharuskan kita melakukan penyesuaian pada masa-masa mendatang.Â
Bukan panik, tapi tampaknya kuantitas tenaga kerja adalah salah satu aspek yang mungkin akan menjadi kajian yang paling penting terkait dengan pekerjaan di masa mendatang, atau bahkan saat ini.
Bagaimana tidak, bila masa pandemi ini membuat orang-orang yang bekerja terutama di lapangan-lapangan kerja formal dibatasi jumlah yang bisa hadir secara fisik ke tempatnya bekerja, namun tampaknya kehidupan di tempat kerja masih berjalan seperti biasa, tidakkah ini bermakna bahwa selama ini bahkan orang yang bekerja pun bisa dibilang sebenarnya tidak jelas mengerjakan apa?
Apalagi bila sebagian besar pekerjaan pun ternyata bisa dikerjakan dari rumah saja, barangkali pekerjaan itu sebenarnya hanya membutuhkan cukup sedikit orang saja dan selebihnya dibantu oleh mesin dan teknologi, oleh komputer dan dengan internet.
Tentu meskipun begitu, karena hakikat hidup adalah bekerja, maka dengan atau tanpa lapangan pekerjaan formal semacam di atas itu, sebenarnya semua orang harus bekerja dalam hidupnya, setidaknya untuk bisa makan.
Oleh sebab itu, tidak ada salahnya untuk berpikir bahwa menekuni hobi adalah peluang besar untuk menjadikannya karir kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Sampai saat ini yang masih diketahui bahwa mesin yang bekerja secara otomatis adalah akibat terprogram secara komputerisasi, bukan karena hobi.
Hobi menjembatani sebuah pekerjaan dengan rasa senang dan kebahagiaan.Â
Menjadi menarik untuk direnungkan, apakah perbedaan hasil dari dua pekerjaan yang sama, di mana yang satu dikerjakan dengan presisi oleh mesin tanpa perasaan, dan yang satu lagi dikerjakan oleh seseorang dengan sangat antusias, penuh penghayatan dan perasaan?