Sementara di komunitas yang sejenis di Mojokerto dan Kali Brantas, Indonesia, pampers anak-anak bermerek Mommy Poko adalah salah satu merek penyumbang sampah plastik terbesar di sana.
Dalam praktik ekonomi yang sungguh sangat menindas dari sudut pandang pelestarian lingkungan ini, pertumbuhan sampah plastik di negara-negara yang memang lemah dalam hal teknologi daur ulang padahal dijadikan lahan pemasaran, tampaknya perusahaan-perusahaan penghasil sampah berbagai merek itu harus ikut bertanggung jawab, terutama atas sampah-sampah plastik mereka yang tidak bisa diolah dan didaur ulang. Itu adalah bagian tanggung jawab mereka.
Masyarakat sendiri sebenarnya sudah semakin paham tentang perlunya perubahan pola perilaku dan pembatasan penggunaan plastik berdasarkan tayangan-tayangan, kampanye cinta lingkungan dan kegiatan dalam komunitas-komunitas pecinta lingkungan.Â
Di sebuah tempat bernama San Fernando City di Manila, Filipina, misalnya. Mereka berhasil menekan jumlah sampah yang dibuang ke pembuangan akhir, dengan mengolah atau mendaur ulang sebanyak 78%. Hanya 22% sisanya yang tidak bisa mereka olah dan menjadi residu yang dibuang ke pembuangan akhir, landfill.
Namun, ini pasti tidak akan cukup. Sebuah ilustrasi cukup cocok menggambarkan hal ini.
Memerangi sampah plastik dengan hanya mengharapkan gerakan komunitas kecil, sama halnya dengan menguras bak mandi dengan sendok kecil, sementara pada saat yang sama kran airnya dibiarkan terbuka dan mengucurkan air dengan sangat deras.
Perusahaan-perusahaan besar harus didorong dengan regulasi untuk menghentikan produksi plastik mereka. Sampah-sampah plastik yang sudah ada ini perlu mereka beli kembali dari masyarakat karena mereka sudah sekian lama menangguk keuntungan ekonomi tanpa tanggung jawab apapun bagi masyarakat yang terdampak langsung oleh sampah plastik mereka.
Sampah-sampah plastik yang mereka (perusahaan-perusahaan itu) beli, kembali dijadikan produk yang lebih ramah lingkungan, alih-alih menggunakan bijih plastik baru dari hasil pengolahan minyak bumi dan gas.
Dikutip dari wikipedia, sejarah plastik di muka bumi ini diawali oleh Alexander Parkes yang pertama kali memperkenalkan plastik pada sebuah eksibisi internasional di London, Inggris pada tahun 1862.
Plastik temuan Parkes disebut Parkesine ini dibuat dari bahan organik dari selulosa. Temuannya ini tidak bisa dimasyarakatkan karena mahalnya bahan baku yang digunakan.