Data lain hasil penelitian menunjukkan bahwa 83% yang dikatakan air bersih secara global telah tercemar kandungan partikel atau fragmen-fragmen plastik, dan 93% dari jumlah itu merupakan air botolan.
Ada hal lain yang juga terkesan menipu dalam hal plastik ini. Para eksekutif dan orang-orang pintar dari perusahaan-perusahaan besar penghasil plastik ini, baik yang bergerak di petrokimia maupun produsen makanan yang menggunakan kemasan plastik, tidak merasa bahwa ada yang salah dengan plastik-plastik hasil produksi mereka.Â
Mereka merasa bahwa yang salah adalah para konsumen sendiri yang tidak bisa mengendalikan sampah plastik mereka, dan pemerintah negaranya yang tidak bisa menyediakan fasilitas daur ulang sampah plastik yang memadai.
Sungguh sangat menindas kemajuan ekonomi dalam sudut pandang pertumbuhan sampah plastik ini. Kita di negara-negara yang memang lemah dalam hal teknologi daur ulang sampah, dijadikan lahan pemasaran berbagai produk dengan kemasan plastik, dan sekali lagi diharuskan membereskan sendiri sampah-sampah plastik yang mereka ekspor ke kita tanpa ada tanggung jawab apa pun dari mereka.
Bila kita bisa menyisihkan waktu untuk berjalan-jalan ke tempat-tempat penampungan sampah, kita bisa memperhatikan produk apa saja dan dengan merek apa saja yang paling mendominasi sampah-sampah plastik kita.Â
Kesadaran kita mungkin akan sedikit terguncang, mana kala kita mendapatkan merek-merek besar dari berbagai produk, entah itu makanan, minuman, produk kecantikan. Bahkan produk-produk kesehatan sekalipun, yang tampil memukau di televisi menjelaskan keramahan produknya bagi lingkungan dan kehidupan yang berkelanjutan melalui iklan-iklan.
Padahal di luar sana mereka adalah penghasil sampah terbesar dan berkontribusi paling besar untuk merusak lingkungan dan kehidupan.
Bahkan beberapa perusahaan yang telah berkomitmen untuk membuat program pemulihan bagi lingkungan dan tampil dalam kampanye produk kemasan yang ramah lingkungan, ini adalah sebagai kompensasi atas keuntungan yang telah lebih dahulu mereka ambil dari kerusakan lingkungan yang mereka sebabkan. Itu juga adalah salah satu taktik dagang yang membuat kita tetap terjebak dalam rantai pasokan yang mereka ciptakan.
Dengan kata lain, menurut kaca mata ekonomi perusahaan-perusahaan itu, dalam sudut pandang paling positif mereka terkait aspek pelestarian lingkungan sekalipun, bahwa itu hanya bisa terjadi bila kita mampu tetap membeli produk mereka saja. Produk mereka yang diklaim ramah lingkungan, biodegradeable.
Namun, tidakkah penumpukan keuntungan dalam konsep pertumbuhan yang nyaris tanpa batas ini justru akan mempercepat kita terjatuh kedalam jurang kehancuran?
Di Kerala India, dalam sebuah aktivitas komunitas lingkungan percontohan "Nol Sampah" yang diliput untuk tayangan ini, kelihatan merek-merek terbesar penyumbang sampah-sampah plastik di fasilitas pemilahan mereka, ada Coca-cola, Danone, Unilever, Pepsi, Mondelez, Nestle, Milma, dan lain-lain.Â