Perubahan mendasar yang kita rasakan dalam masa pandemi ini tampil dalam banyak bentuk rasa kehilangan. Rasa kehilangan karena kematian sanak saudara, teman, sahabat, rekan kerja, kehilangan pekerjaan, kehilangan mata pencaharian, kehilangan hiburan, dan banyak sekali kehilangan lainnya.Â
Berbagai bentuk kehilangan itu tentu saja menyebabkan perubahan yang mendasar dalam hidup kita. Segala sesuatunya tidak akan lagi pernah sama sejak saat kehilangan kita itu hingga ke depannya.Â
Namun, sebagaimana sosok Sally dalam lagu yang masih misterius, begitulah cinta dan kasih sayang, entah bagaimana bisa bekerja secara misterius membuat kita bertahan menjalani hidup yang penuh dengan masa lalu yang pahit. Ya, cinta dan kasih sayanglah yang bisa membuat kita menatap masa depan tanpa dendam.
Kembali ke konser One Love Manchester, saya menjadi teringat ayat Alkitab yang disampaikan oleh seorang sahabat, ketika kami kehilangan seorang teman beberapa waktu yang lalu. Katanya, "Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya".
Saat kita masih begitu terfokus kepada rasa kehilangan yang kita alami, maka gambaran kebenaran kalimat penghiburan itu hanya akan terlihat secara sekilas. Jauh setelahnya pun, hanya jika ada cinta dan kasih sayang yang membuat kita mampu mengobati rasa kehilangan.
Sebagaimana lirik yang ditulis Noel, "But all the things that you've seen, Will slowly fade away". Saat itu, yang terlihat akan menghilang secara perlahan, luntur, dan memudar. Yang tinggal, hanyalah apa yang terasa, bukan terlihat.
Apalagi rasa yang paling penting dalam menyembuhkan rasa kehilangan selain cinta dan kasih yang penuh pengertian dan penerimaan. Penerimaan adalah awal dari sebuah pemulihan.
Bila kita merenungkan tentang cara-Nya memandang sesuatu yang "berharga", ada sesuatu dalam rasa kehilangan yang dialami oleh orang-orang yang dikasihi Tuhan, yang melampaui rasa dukacita.Â
Saat rasa kehilangan kita seakan mengoyak tabir kehidupan, entah bagaimana, dengan cinta dan kasih sayang yang tersisa, kita akan selalu masih bisa menemukan harapan. Harapanlah yang membuat kita lolos dari keputusasaan dan kembali memperoleh hidup, meskipun dalam suasana yang sama sekali tidak pernah sama.
Kembali ke soal revolusi, sebagaimana Kartini di zamannya. Ia yang dipingit di balik tembok tinggi tebal istana mungkin tidak pernah mengimpikan bahwa apa yang dia lakukan melalui sekadar korespondensi dengan para sahabat, kelak akan terdokumentasi sebagai catatan sejarah mula-mula semangat pergerakan dan kebangkitan nasional Indonesia.
Surat-suratnya berisikan semangat revolusi jiwa, yang tidak kalah dahsyat dari berbagai hal lain yang dapat dikatakan revolusi.