Saat masih aktif sebagai salah seorang pengurus di Tim Penggerak PKK Kabupaten Karo selama lebih kurang 3 tahun (2006-2009), saya sering ikut melakukan pembinaan kelompok-kelompok keluarga di desa-desa binaan, yang disebut juga desa percontohan PKK. PKK adalah singkatan dari Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Kelompok-kelompok keluarga dalam wadah PKK ini umumnya kebanyakan diwakili oleh perempuan, ibu-ibu, sekalipun mengatasnamakan keluarga. Keluarga sebagaimana umumnya terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak.
Satu materi yang selalu menarik untuk dibawakan dalam kegiatan yang lebih menyerupai penyuluhan diselingi diskusi bagi dominan ibu-ibu ini adalah soal Tri Bina. Itu adalah sebuah konsep pembinaan keluarga yang terdiri atas Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), dan Bina Keluarga Lansia (BKL).
Tantangan pembinaan anak remaja, dalam arti yang sebenarnya, sesungguhnya adalah sebuah tantangan nyata yang terjadi sehari-hari di tengah keluarga-keluarga, di seluruh tempat dan segala zaman.Â
Maka tidak heran, tensi pembahasan di antara para ibu yang hadir di setiap acara desa binaan umumnya akan langsung meningkat setiap kali membahas topik ini. Kebanyakan mengutarakan keluhan dan kecemasan.
Membahas soal pembinaan anak remaja, kita juga akan terhubung dengan masalah pola asuh anak dalam keluarga. Dalam hal ini, ada hubungan yang unik antara anak dan orang tua.
Bagaimana seharusnya bersikap sebagai orang tua dan menempatkan hubungannya dengan anak mungkin tidak sama dalam setiap keluarga. Di keluarga A pola ini berhasil, sementara di keluarga B pola itu yang berhasil. Tidak ada rumus pasti soal pola asuh anak, tapi pola asuh anak diyakini akan sangat berpengaruh membentuk masa depan anak.
Dalam penyuluhan tentang pola asuh anak ini, saya sejak awal dalam keterlibatan di tim ini belajar secara mandiri menggunakan bahan-bahan dari buku-buku pedoman PKK yang tebal-tebal dan cukup berumur.
Maklumlah, meskipun banyak dikecam, konsep pembinaan keluarga melalui PKK ini datang dari zaman orde baru yang pada tahun 1980-an telah dianggap cukup berhasil dalam penerapan norma-norma pembinaan keluarga yang mampu menekan laju pertumbuhan penduduk, melalui apa yang disebut sebagai gerakan Keluarga Berencana.