Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Bersama Ikan, Menjejak Alam dari Selawang ke Badigulan

24 April 2020   00:39 Diperbarui: 25 April 2020   20:30 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mandi di Bendungan Badigulan, Barusjahe (Dokpri)

Dengan latar belakang kedekatan hubungan dengan seseorang yang disukainya, Amanda Makar, seorang gadis dari kota datang ke sebuah tempat di Alaska, bernama Port Protection. Itu adalah sebuah pelabuhan kecil yang tersembunyi di sebuah teluk kecil yang dikelilingi oleh hutan yang asri.

Meskipun hubungan itu akhirnya kandas, Amanda memutuskan tidak kembali pulang. Ia memilih menetap untuk tinggal di Port Protection, dan belajar menyelaraskan kehidupannya dengan alam sekitar, laut dan hutan.

early morning in Port Protection, Alaska (Sumber: https://fishportprotection.com/portprotection)
early morning in Port Protection, Alaska (Sumber: https://fishportprotection.com/portprotection)
Rumah Perahu Amanda Makar di Port Protection, Alaska (Sumber: http://www.arenagadgets.com/wp-content/uploads/2020/03/amanda-makar-bio.jpg)
Rumah Perahu Amanda Makar di Port Protection, Alaska (Sumber: http://www.arenagadgets.com/wp-content/uploads/2020/03/amanda-makar-bio.jpg)
Ia memulainya dengan membeli sebuah perahu tua yang sudah berumur 40 tahun untuk menjadi rumah tempat tinggalnya, setidaknya untuk beberapa tahun kedepan. Perahu tua bernama Why Not itu tertambat di pelabuhan.

Memulai kehidupannya di rumah baru, Amanda mulai membenahi perahunya. Mendapatkan bantuan warga lokal untuk membuat sebuah tungku pemanas kayu bakar, membongkar mesin tua yang sudah lapuk untuk ruang lebih banyak di perahu, memperbaiki sebuah sampan kecil, belajar cara membuat kail dan umpan sebagai bekal untuk memancing ikan di laut, adalah beberapa kebaikan yang dia dapatkan untuk mulai belajar hidup mandiri di alam jauh dari kampung halaman.

Warga lokal cukup senang dengan kepribadian Amanda yang ramah dan tampak bertekad bulat untuk hidup mandiri di Port Protection.

Kata salah seorang warga, cukup menyenangkan mendapatkan seorang anak muda sebagai warga baru yang memiliki semangat pelopor. Hal itu sehubungan dengan banyaknya anak muda di sana yang lebih memilih untuk pindah dan hidup di kota.

Meskipun tidak seperti Amanda yang memilih untuk tinggal menetap di atas sebuah perahu di sebuah tempat yang terpencil, ternyata memang benar bahwa kehidupan yang dekat dengan alam, entah bagaimana bisa menghadirkan sebuah pengalaman yang menyehatkan bagi sebuah jiwa yang dilanda kepenatan.

Bila Amanda mungkin awalnya merasa penat dengan beban putus cinta, kebosanan menjalani sebuah hal yang rutin juga adalah sebuah kepenatan yang tidak kalah berat.

Berbekal pengalaman masa kecil, bersama dengan teman-teman yang juga memiliki semangat yang sama terkait kecintaan terhadap kehidupan yang dekat dengan alam, beberapa kali kami mencoba menelusuri sungai-sungai, keluar masuk hutan, sembari menikmati keindahan dan ikan-ikan yang bisa didapatkan dari alam.

Menjala Ikan di Lau Petani

Desa Selawang adalah sebuah desa yang termasuk wilayah Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Bersama seorang teman, Mas Suroso namanya, yang berasal dari desa ini, dan sudah terbiasa menjala ikan ke sungai, saya dan tiga orang teman lainnya, Dani, Jahtera, dan Disnai, pada 24 Juli 2017 yang lalu, mencoba merasakan asrinya suasana sungai, Lau Petani, dan hutan Bukit Barisan yang menaungi sungai-sungainya.

dokpri
dokpri
Kami mulai menebar jala pada pagi sekitar pukul 10 wib. Walaupun hari itu kami tidak mendapatkan cukup banyak ikan, tapi itu sudah lebih dari cukup untuk merasakan nikmatnya makan siang dengan lauk ikan gulai yang langsung dimasak di tepi sungai.

Ikan-ikan yang kami dapatkan di sini dinamakan Jurung, Nurung Mbiring atau Nurung Mbentar. Bumbu yang diperlukan dan nasi secukupnya memang sudah kami siapkan dari rumah.

Memasak ikan hasil tangkapan, Selawang (Dokpri)
Memasak ikan hasil tangkapan, Selawang (Dokpri)
Memanfaatkan batu-batu yang ada di sekitar untuk menggantikan batu ulekan yang ada di pasaran kami meracik bumbu. Menggunakan dahan-dahan kering yang tersangkut di pinggir sungai, kami membuat api menggulai ikan di tepi sungai. Hmmm, tidak salah mengapa Amanda menjadi suka belajar memancing untuk mencari ikan sebagai bekal makan di Port Protection.

Rasanya sangat nikmat. Apa yang didapat hari ini menjadi bekal makan secukupnya pada hari ini, karena besok mempunyai kesusahannya sendiri.

Menikmati makan di tepi sungai, Selawang (Dokpri)
Menikmati makan di tepi sungai, Selawang (Dokpri)
Saat hari menjelang sore, sekitar pukul 16 Wib, kami naik dari sungai kembali ke perkampungan. Dalam perjalanan pulang kami bertemu dengan seorang nenek yang sudah cukup berumur, dan terlihat dari badannya yang sudah membungkuk masih menggendong kayu bakar untuk dibawa pulang ke rumah. Jalanan dari sungai menuju kampung cukup terjal, namun nenek tua ini cukup kuat menapakinya sambil membawa beban yang juga tidak ringan.

Di desa ini kami memang bertemu beberapa orang tua yang sudah lanjut usia. Beberapa ada yang sekadar duduk berjemur di teras atau pekarangan depan rumah, ada juga yang mengayam tikar pandan. Ibu teman kami ini sendiri sudah cukup berumur dan tampak masih sehat.

Saya dan beberapa teman saling bertukar cerita atas pengalaman sehari di Selawang, barangkali umur panjang dari orang-orang tua lanjut usia yang ada di desa ini, berhubungan dengan kehidupan desa yang masih cukup alami. Barangkali masih bisa mencari ikan pada pagi untuk dimasak menjadi lauk pada siang atau sore hari, di samping dedaunan dan sayuran yang bisa mereka nikmati dari hasil menanam sendiri.

Menjala Ikan di Sungai Lau Raja

Lain lubuk lain belalang. Bila di Selawang kami bisa ikut menyusuri sungai karena karakter sungainya dipenuhi batu-batu besar yang bisa kami jadikan untuk pijakan melangkah, maka pada 13 Januari 2018 di sungai Lau Raja, kami relatif lebih banyak hanya berjalan menyusuri tepian sungai, rawa-rawa dan sesekali melintasi sawah penduduk, karena sungainya cukup dalam dan tidak terlalu berbatu-batu.

Sungai Lau Raja, Pertumbuken-Barusjahe-Serdang (Dokpri)
Sungai Lau Raja, Pertumbuken-Barusjahe-Serdang (Dokpri)
Hulu sungai ini berasal dari sumber mata air di Badigulan Desa Serdang Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo. Mengalir terus hingga bertemu dengan aliran sungai dari Desa Bawang Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun, membesar menjadi aliran sungai Lau Biang yang akhirnya akan bermuara ke Selat Malaka.

Kami bersama beberapa orang teman, membawa bekal dan perlengkapan, nasi yang sudah masak, tomat, cabai, bawang, kacang, garam, yang rencananya untuk dimasak menjadi teman makan lauk ikan bakar hasil tangkapan.

Kami mulai menjala ikan sekitar pukul 10 wib, di sungai sekitar persawahan yang termasuk wilayah desa Pertumbuken Kecamatan Barusjahe.

Setelah melewati rute sungai sepanjang 4 kilometer, kami beristirahat. Sudah ada puluhan ekor ikan yang berhasil dijala oleh dua orang teman dari Desa Serdang, yang memang sudah biasa menjala ikan di sungai ini.

Menjala Ikan di Sungai Lau Raja (Dokpri)
Menjala Ikan di Sungai Lau Raja (Dokpri)
Kami berhenti di dekat sungai, dan membuat tungku untuk memasak. Ikan-ikan dibersihkan jeroannya, kemudian ditusuk dengan bambu untuk dipanggang. Beberapa orang memetik daun pakis liar, yang di sini dinamakan paku-paku.

Memanggang ikan hasil tangkapan di Lau Raja (Dokpri)
Memanggang ikan hasil tangkapan di Lau Raja (Dokpri)
Sayuran ini direbus di dalam ruas batang bambu tanpa air. Secara alami kandungan air yang ada pada sayur dan ruas bambu itu sendiri membuat sayurannya terebus dengan baik dan wangi alami. Sebagian lagi menumbuk cabe, tomat dan kacang dicampur sedikit garam untuk membuat sambal yang tidak akan didapatkan bila bukan sedang berada di sungai ini menjala ikan.

Sayur pakis \ dokpri
Sayur pakis \ dokpri
Setiap orang makan dengan lahap, sambil menikmati kicauan burung dan kera-kera yang menatap dari kejauhan. Setelah makan siang, perjalanan kami lanjutkan sekitar 5 kilometer lagi menuju ke arah hulu, di desa Serdang.

Tidak terlalu banyak lagi ikan yang bisa kami dapatkan dalam sisa perjalan. Lagipula maksud perjalanan hari ini memang lebih ke arah menikmati keindahan alam, sungai, hutan dan pegunungan, dan mendapatkan makan siang yang secukupnya dari sungai.

Sebelum pulang, kami singgah untuk mandi di sebuah bendungan yang juga dinamakan bendungan Badigulan. Kawasan ini termasuk wilayah desa Barusjahe.

Ini adalah sungai yang berada di bawah sebuah lembah yang dinamakan Lembah Seribu Bunga. Lembah yang diniatkan oleh seorang penduduk setempat menjadi sebuah lokasi eko-wisata pada masa yang akan datang.

di Lembah Seribu Bunga, Barusjahe (Dokpri)
di Lembah Seribu Bunga, Barusjahe (Dokpri)
Mandi di Bendungan Badigulan, Barusjahe (Dokpri)
Mandi di Bendungan Badigulan, Barusjahe (Dokpri)
Pada 25 Februari 2018, saya sempat kembali menjala ikan di sungai ini pada kesempatan yang lain dan dengan teman yang lain, namun masih dengan ahli penjala ikan yang sama, Mohin, Eben dan Roberto.

Mereka adalah warga lokal yang sudah mirip dengan pemandu perjalanan ke alam liar yang sering mendampingi orang-orang konservasi seperti dalam liputan kehidupan alam liar di National Geographic.

Menjala ikan di Lau Raja, bersama Mohin dan Roberto (Dokpri)
Menjala ikan di Lau Raja, bersama Mohin dan Roberto (Dokpri)
Menjala ikan di Lau Raja bersama teman-teman Kantor Camat Kabanjahe (Dokpri)
Menjala ikan di Lau Raja bersama teman-teman Kantor Camat Kabanjahe (Dokpri)
Ikan Jurung, Nurung Mbentar sungai Lau Raja (Dokpri)
Ikan Jurung, Nurung Mbentar sungai Lau Raja (Dokpri)
Apa yang tersaji dalam pemandangan selama perjalanan dan menyaksikan keahlian orang-orang setempat memanfaatkan hal-hal yang bisa dipanen dari alam, memang menanamkan sebuah rasa bahwa akan terlalu disayangkan bila kita harus kehilangan kesempatan untuk bisa melanjutkan kehidupan dalam alam yang lestari dan berkelimpahan.

Rute pencarian ikan saat masih berumur empat tahun bersama almarhum kakek menjala ikan, mendorong saya pribadi untuk kembali mengalami sensasi kehidupan alam liar itu.

Tentu semangat yang sama bukan milik pribadi yang hanya berhenti pada kita saja, karena entah bagaimana caranya, semangat semacam itu akan selalu lahir dari generasi ke generasi, yang hanya bisa tersaji bila kita bisa ikut berperan menghentikan laju degradasi lingkungan.

Menjala dan memancinglah secukupnya. Jangan memakai racun, semacam putas dan lain sebagainya, jangan juga menggukanan setrum, yang tidak saja membunuh ikan yang kita inginkan, tapi juga benih-benih ikan yang sebenarnya menjadi cikal bakal kehidupan selanjutnya, pada generasi yang akan datang.

Lekaslah sembuh ibu bumi. Salam lestari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun