Filososi Makanan dari Govardhan
Kisah evolusi di Madagaskar, dalam hubungannya dengan penyusutan habitat dan keterbatasan makanan dalam jangka panjang, adalah bentuk adaptasi melalui perubahan ukuran menjadi lebih kecil. Maka kita kembali ke Vrindavan untuk sekilas melihat filosifi makanan dari para pemuja Dewa Khrisna.
Ikscon Yatra, adalah tradisi pemujaan Dewa Khrisna yang berlangsung selama 10 hari, dan membutuhkan sekitar 5.000 porsi sarapan, makan siang dan makan malam.
Dapur Yatra yang menyiapkan hidangan bagi para pemuja dan peziarah pada tradisi ini mulai ada pada tahun 1986, dengan kepala dapurnya seorang pendeta bernama Radhanath Swami. Makanan-makanan yang dimakan selama jalannya tradisi pemujaan ini disebut sebagai Prasad.
Prasad berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti belas kasih. Artinya, para pemuja dan peziarah yang ikut dalam acara ini bahkan sedang mengikuti kebaktian pada saat ia makan, karena makanan berarti bentuk belas kasihan.
Memang tidak bisa diparalelkan dengan kebutuhan makan bagi berbagai spesies binatang di Madagaskar, namun ada satu nilai yang berhubungan bagi semua makhluk hidup yang membutuhkan makanan.
Makan berarti mengisi ulang semangat untuk hidup. Bagi para pemuja Dewa Khrisna, dalam Ikscon Yatra, bahkan makan bisa juga berarti mengisi ulang spiritualitas.
Bagaimana tidak, makanan berton-ton untuk ribuan orang selama 10 hari itu disiapkan oleh sampai 3.000 orang relawan yang bangun saat hari masih gelap untuk menyiapkan sarapan, dan tidak memiliki waktu istirahat karena harus lagi menyiapkan makan siang dan makan malam tepat waktu. Mereka relawan yang tidak digaji.
Filosofi pelayanan itu bagi para orang dapur yang menyiapkan makanan itu adalah bahwa "Melayani Khirsna adalah dengan melayani para pemujanya lewat makanan." Maka tidak heran, sejak 3 bulan sebelum Ikscon Yatra, para ahli dan juru masak yang beberapa adalah juga para pendeta melakukan uji coba 4 sampai 5 kali atas setiap resep yang mereka gunakan di laboratorium makanan Prasad di Govardhan.