Setelah sebelumnya saya menulis tentang Sambal Kacang Darurat, sebagai cara mudah dan murah untuk menyiasati keadaan dalam situasi yang prihatin sehubungan dengan lauk makan. Kali ini saya akan kembali membagikan cara tradisionil membuat sebuah penganan berbahan beras.
Tidak saja relevan dengan suasana pada masa prihatin, tapi penganan tradisionil ini memang masih eksis sampai saat ini sebagai salah satu penganan khas suku Karo yang dibuat pada acara-acara tertentu.
Bahan-bahan untuk membuat penganan ini terdiri atas 5 gantang (muk kecil) beras, 0,5 kg gula merah, dan kelapa parut setengah buah. Berasnya bisa beras dari jenis apa saja.
Selain itu bisa juga langsung menggunakan tepung beras yang sudah dikemas. Tapi, karena kita memang mau lebih relevan dengan suasana saat ini, jadi tepungnya dibuat sendiri.
Cara membuat penganan ini juga tidak terlalu susah. Tapi kalau mengerjakan sendiri semuanya, bukan beli jadi, memang cukup memakan energi.
Beras yang 5 muk kecil pertama-tama direndam dengan air kira-kira 2 jam. Kemudian setelah itu beras ditumbuk sampai halus di lesung. Lalu ayak beras yang sudah ditumbuk halus.
Jadi, bisa dibilang orang yang suka membuat penganan jenis ini, meskipun ia tidak mengetahui teorinya, sebenarnya sudah menerapkan dengan baik prinsip-prinsip tumbukan lenting sempurna serta hukum kekekalan momentum dalam sebuah peristiwa tumbukan. Hehe.
Nama penganan ini adalah "Cimpa Matah". Itu adalah nama dalam Bahasa Karo, yang bila diterjemahkan langsung artinya "Kue Mentah".
Namun, jangan langsung skeptis dengan nama ini. Walaupun namanya sudah cukup mewakili tampilannya, kalau soal rasanya mungkin tidak kalah dengan cita rasa potongan coklat batangan dari kaki pegunungan Alpen, Swiss. Menurutku ya.