Bahasa Sanskerta merupakan sebuah bahasa klasik India, sebuah bahasa liturgis dalam agama Hindu, Buddhisme, dan Jainisme dan salah satu dari 23 bahasa resmi India.
Maka tidak mengherankan juga, mengapa sejak pertama kali penganugerahan Penghargaan Nobel dalam bidang sastra digelar pada tahun 1901, pada pelaksanaannya yang ketigabelas pada tahun 1913.
Penerima Nobel dalam bidang sastra berasal dari India, bernama Rabindranath Tagore. Ia juga tercatat sebagai orang pertama dari Asia yang menerima penghargaan ini, dan masih satu-satunya dari India hingga saat ini.
Penelitian bahasa Sanskerta oleh bangsa Eropa dimulai oleh Heinrich Roth (1620--1668) dan Johann Ernst Hanxleden (1681--1731), dan dilanjutkan dengan proposal rumpun bahasa Indo-Eropa oleh Sir William Jones. Hal ini memainkan peranan penting pada perkembangan ilmu perbandingan bahasa di Dunia Barat.
Sir William Jones, pada kesempatan berceramah kepada Asiatick Society of Bengal di Calcutta, pada 2 Februari 1786, bahkan berkata: "Bahasa Sanskerta, bagaimanapun kekunoannya, memiliki struktur yang menakjubkan; lebih sempurna daripada bahasa Yunani, lebih luas daripada bahasa Latin dan lebih halus dan berbudaya daripada keduanya, namun memiliki keterkaitan yang lebih erat pada keduanya, baik dalam bentuk akar kata-kata kerja maupun bentuk tata bahasa, yang tak mungkin terjadi hanya secara kebetulan; sangat eratlah keterkaitan ini, sehingga tak ada seorang ahli bahasa yang bisa meneliti ketiganya, tanpa percaya bahwa mereka muncul dari sumber yang sama, yang kemungkinan sudah tidak ada."
Bahasa Sanskerta juga dituturkan di Wilayah Asia lainnya. Sebagaimana di India, bahasa ini juga memiliki status sebagai salah satu bahasa resmi di Nepal. Selain itu, penutur bahasa ini juga tercatat ada di Indonesia serta beberapa wilayah lainnya di Asia Selatan dan Tenggara.
Di Indonesia, Bahasa Sanskerta sangat berpengaruh penting dan sangat memiliki peran tinggi di dalam perbahasaan di Indonesia. Bahasa Sanskerta telah lama hadir di Nusantara sejak ribuan tahun lalu, bahkan banyak nama orang Indonesia yang menggunakan nama-nama India atau Sanskerta, meskipun mereka bukan beragama Hindu.
Sejak itu, budaya India terlihat juga sebagai bagian dari budaya Indonesia, terutama dalam budaya Jawa, Bali, dan beberapa bagian dari Nusantara lainya.
Dalam bahasa Sanskerta kata hangat berasal dari kata "gharm", sementara itu dalam rumpun bahasa non-Jermanik lainnya, seperti dalam bahasa Prusia Kuno, kata hangat berasal dari kata "gorme". Sedangkan dalam rumpun bahasa Proto-Indo-Eropa, kata "hangat" berasal dari kata "gwherms".
Selanjutnya, dalam bahasa Sanskerta dikenal adanya Hukum Sandhi. Itu adalah hukum yang menjelaskan sebuah fenomena fonetik, di mana dua bunyi berbeda yang berdekatan bisa berasimilasi.
Maka dalam kata "gwherms" terjadi perubahan fonetik "gwh" menjadi "gw" dan bergabung menjadi "w" yang sudah ada dalam asal kata sebelumnya, menjadi apa yang dikenal dalam kata "warmaz" pada bahasa Proto-Jermanik.
Dari asal kata itulah dikenal kata "hangat" dalam kata-kata rumpun Bahasa Jermanik, sebagaimana kata "warm" pada Bahasa Inggris, Belanda dan Jerman, atau "waarm" pada Bahasa Frisia Barat, atau kata "varmur" dalam Bahasa Islandia dan kata "varm" pada Bahasa Swedia. Semua itu adalah kata-kata yang berarti "hangat".