Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mencari Cikabineka: Berhubungan dengan Birokrasi Menjadi Dekat dengan Tuhan, Sebuah Refleksi

23 Februari 2020   02:18 Diperbarui: 23 Februari 2020   02:14 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berasma dengan Pak In, 2005 (Dokpri)

Namun, kali ini setidaknya kami mencoba mengetengahkan figur nyata yang bisa menjadi rujukan dalam menilai aspek wawasan kebangsaan yang diharapkan dari seorang aparatur negara. Itu adalah sosok seorang dosen, tenaga pengajar, pelatih dan pengasuh di sekolah tinggi pemerintahan dalam negeri pada suatu waktu dulu, karena saat ini bapak itu sudah pensiun.

Dia adalah seorangcontoh teladan Pancasila dalam perbuatan, nama bapak itu adalah Drs. Indrarto, SH. Kami murid-muridnya sering juga menjulukinya sebagai sang Garuda Nusantara, karena beliau memang nyaris tanpa cacat sebagai sosok teladan, antara ucapan dan perbuatannya, bagi para Praja (sebutan bagi mahasiswa sekolah tinggi pemerintahan dalam negeri) dari seluruh Nusantara.

Berasma dengan Pak In, 2005 (Dokpri)
Berasma dengan Pak In, 2005 (Dokpri)
Dari blog seorang senior, saya mendapat informasi kalau pak In, begitu biasanya kami memanggilnya, pensiun dari STPDN pada tahun 2009 yang lalu. Itu adalah masa empat tahun sejak saya pamit ke rumahnya sebagai dosen pembimbing Laporan Akhir setelah menyelesaikan pendidikan Diploma IV pada tahun 2005 lalu.

Saya memberikan sebuah "Tumbuk Lada" sebagai tanda mata murid kepada gurunya, sekaligus ucapan terima kasih atas keteladanannya. Tumbuk Lada adalah sejenis senjata tradisional, simbol pusaka bagi seorang pemimpin, panglima perang atau ksatria bagi orang-orang zaman dulu di kampung halaman saya Tanah Karo.

Bagi saya, Pak In memang Pancasila dalam perbuatan. Dia tidak memiliki seabrek gelar akademik, tidak juga mewah dalam penampilan. Bahkan kabarnya, begitu pensiun dia langsung keluar dari rumah dinas dan menyerahkan seluruh inventaris negara dan kembali ke kampung halamannya di Yogyakarta. Di sana ia tinggal bersama keluarganya di sebuah rumah kecil sederhana.

Baca juga: https://www.kompasiana.com/teotarigan/5be23781ab12ae12ff396612/non-scholae-sed-vita-discimus

Dia tidak canggih dalam mengajar, tetapi pada dirinya para Praja bisa bercermin bagaimana perkataan dan perbuatan bisa menyatu menjadi sesuatu yang patut dijadikan keteladanan. Itu adalah sesuatu yang sudah sangat susah ditemukan dewasa ini, namun jelas akan menjadi sangat dirindukan.

Maka sebagai penutup, adalah sebentuk doa dalam wujud syair lagu yang dinyanyikan oleh Budi Do Re Mi, dengan judul Do Re Mi, yang diniatkan sebagai doa bagi hadirnya Calon Pegawai Negeri Sipil yang lebih baik lagi dari masa ke masa yang akan di jaring melalui seleksi penerimaan Calon PNS Formasi Tahun 2019 yang menggunakan metode Computer Assisted Test, sebagai berikut:

Adudududuh, aku percaya
kali ini kau pasti bisa yeah
kuku kutanya, ada yang salah
jelas ini luar biasa

Hal yang baik tidak mudah, tak seperti kau bicara
mereka mengerti ini terlalu jadi masalah
ketika kau mulai bisa terbiasa untuk dapat
menikmati hari-hari tanpaku di sini

Doakan ku harus pergi, relakan aku di sini
misalnya aku kan pulang, pastikan kau yang menunggu,
soal cinta luar biasa, lama-lama bisa gila
siapa yang tahu pasti, doakan aku di sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun