Sabtu pagi ini aku bangun tidur kesiangan, itu pun karena terpaksa. Seseorang yang ada perlunya datang ke rumah menyampaikan maksudnya. Hari ini tepat satu hari setelah ulang tahun bapak yang ke-65 pada 6 Desember kemaren.
Selepas mengantarkan anak-anak ke sekolah, aku berniat melanjutkan tidur yang terpotong. Namun, rintik rinai hujan dan bunyi "teng teng" butir air hujan yang jatuh di seng atap rumah membuat kesunyian semakin bertambah. Aku tidak hendak tidur lagi, tapi kepala agak pusing.
Sudah menjadi kebiasaanku, hari Sabtu adalah hari khusus untuk bermalas-malasan. Kata teman di kantor, itu adalah hari kolor molor. Maksudnya, bangun tidur molor, waktu untuk tidur pada malamnya molor, bukan dalam arti sebenarnya.
Semalam, sebenarnya ada niat untuk membeli sebongkah kue ulang tahun dan membawanya ke rumah bapak. Tapi karena waktu sudah pukul 22:00 dan aku masih hendak bergegas keluar dari kantor, aku urungkan niatku, takut malah membuat orang-orang yang sudah pada tidur menjadi jengkel.
Pagi ini dia lekas pergi pagi-pagi sekali menghadiri undangan natal bagi orang-orang tua lanjut usia di sebuah kota yang jaraknya 100 kilo meter dari rumah. Maka hari ini bukan lagi saat yang tepat membeli kue ulang tahun. Aku memutuskan berkolor molor sendiri di rumah.
Iseng mengisi kesunyian aku mencari-cari bahan untuk ditulis. Lumayan, dari pada membusuk hanya sekadar tidur pagi hingga siang sampai besok paginya, pikirku. Aku menemukan empat lembar kertas HVS yang ditulis tangan oleh bapak, terselip di sebuah map yang lusuh. Harusnya lembarnya ada lima, satu lembar hilang entah ke mana. Judul yang tertulis di map itu, Tugas Terstruktur Sejarah GBKP. Bapakku seorang pendeta yang sudah pensiun. Entahlah, apakah ia benar-benar sudah pensiun. Hehe.
Ya Tuhan, bisikku dalam hati. Tulisan ini mungkin dibuat sekitar 18 tahun yang lalu, saat aku masih semester 1 di bangku kuliah. Bahkan tugas perkuliahanku pun bapak yang membuatkannya, dan hari ini setelah istriku melahirkan cucu-cucunya, aku masih saja seperti anak kecil yang suka bermalas-malasan. Anak seperti apakah aku ini?
Lembar pertama yang hilang itu adalah tahap pertama sejarah perkembangan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) dari lima tahap yang dia jelaskan. GBKP adalah tempat dia melayani jemaat hingga pensiun.
Apa yang dia tuliskan akan aku tulisankan kembali apa adanya, tanpa bagian pertama, yang sudah hilang ditelan waktu, dan keteledoranku.
Tahap II (Tahun 1940-1965)
Pada masa pendudukan Jepang, para pendeta bangsa Eropa ditawan oleh Jepang, dan gereja Karo yang pada tanggal 21 Juli 1941 bernama GBKP, pada tahun 1943 telah mandiri penuh dari Zending NZG.Â
Tapi bagi masyarakat Karo yang ikut berjuang melawan Jepang dan ikut dalam perang kemerdekaan, menganggap bahwa orang Kristen adalah kaki tangan penjajah. Karenanya perkembangan GBKP belum juga begitu terlihat.Â
Baru setelah tahun 1950, dimana satu batalyon TNI yang kesemuanya orang Karo masuk Kristen (GBKP), pertumbuhan GBKP mengalami perluasan secara bergelombang. Pada waktu Jubileum 75 tahun GBKP, anggota jemaat GBKP berjumlah 20.000 orang.
Tahap III (Tahun 1965-1970)
Pertumbuhan GBKP pada masa ini sungguh luar biasa. Dalam tempo 5 tahun (antara tahun 1966-1970) ada sekitar 60.000 suku Karo yang dibaptis. Karena itu dengan jarak hanya 5 tahun, GBKP merayakan Jubileum 80 tahun.Â
Masa ini disebut masa Babtisan Massal di Karo. Ada faktor yang membuat perkembangan GBKP pada tahap III ini begitu pesat, yaitu peristiwa G-30-S/PKI. Sebelumnya banyak orang Karo menghayati modernisasi serta hidup persekutuan modern lewat lembaga partai-partai politik.Â
Tapi setelah peristiwa G-30-S/PKI, meruntuhkan penghayatan tersebut, dan orang Karo beralih ke lembaga agama, dan dipilihnya adalah GBKP. Demikianlah, pada perayaan Jubileum 80 tahun GBKP, pada tanggal 18 April 1970, GBKP telah memiliki anggota sebanyak lebih kurang 80.000 orang.
Tahap IV (1970-1990)
Pada tahap ini juga masih nampak pertumbuhan GBKP. Menjelang tahun 1980, jumlah anggota GBKP sekitar 110.000 orang. Pada masa ini kampanye pekabaran Injil semakin intensif. Pendekatan terhadap masyarakat Karo jauh lebih mudah, karena GBKP meninggalkan sikap kaku terhadap tradisi/ budaya suku Karo.Â
Apalagi dengan munculnya penghayatan gereja akan pelayanannya bukan hanya pelayanan rohani, tapi adalah pelayanan manusia seutuhnya. Karenanya GBKP menyadari tugasnya dalam gereja dan masyarakat. Pelayanan GBKP adalah pembinaan jemaat, pekabaran Injil dan pembangunan masyarakat.Â
Pada perayaan Jubileum 100 tahun GBKP, kehadiran GBKP bagi masyarakat Karo sungguh dapat dirasakan dan diakui baik oleh masyarakat Karo sendiri maupun dari pemerintah sendiri. Perayaan Jubileum 100 tahun ini dirayakan dengan cukup meriah dan dihadiri oleh puluhan ribu warga jemaat, dihadiri oleh tokoh gereja dari dalam dan luar negeri, dan juga oleh pejabat-pejabat pemerintah dari daerah tingkat I Sumatera Utara dan dari Pusat. Pada saat perayaan Jubileum 100 tahun, GBKP telah memiliki anggota sekitar 250.000 orang.
Tahap V (Tahun 1990-sekarang) *Sekarang, pada saat tulisan itu berarti tahun 2001.
Sejak Jubileum 100 tahun GBKP, Injil semakin mengakar bagi jemaat GBKP. Juga ada semacam kebanggaan bagi masyarakat Karo dengan kehadiran GBKP di tengah-tengah masyarakat Karo. Hal ini mengakibatkan GBKP semakin bertumbuh terus. Pada saat Sidang Sinode yang ke-32 di Sibolangit, pada tanggal 24 April-1 Mei 2000, anggota jemaat GBKP telah mencapai sekitar 300.000 orang.
Hambatan dan Harapan
Ada beberapa hambatan yang dihadapi oleh GBKP dalam perkembangan sejarahnya. Hambatan itu antara lain:
- Pada awal sejarahnya, perkembangan Injil/ gereja tidak begitu berjalan dengan baik, karena Zending NZG dianggap musuh oleh suku Karo, karena menganggap NZG adalah sahabat perusahaan perkebunan Belanda yang mendesak keberadaan orang Karo. Zending juga dianggap oleh suku Karo sebagai kaki tangan penjajah/ Belanda. Orang Karo terkenal sebagai pejuang Kemerdekaan Indonesia yang gigih melawan Belanda di Sumatera Utara.
- Orang Karo kurang diberi kesempatan memimpin gereja Karo, yang menjadi penghambat juga perkembangan gereja di Karo. Selama 50 tahun Injil sampai di Karo, belum ada orang Karo yang ditahbiskan menjadi pendeta.
- Pada awalnya, bahkan sampai umur GBKP (Gereja Karo) mencapai 75 tahun, gereja mengambil sikap yang kaku terhadap budaya Karo, terutama hal memakai gendang Karo. Anggota GBKP tidak boleh berpartisipasi dalam kegiatan adat termasuk gendang yang dicurigai masih ada kaitannya dengan kepercayaan animisme. Ini juga salah satu hambatan perkembangan gereja Karo.
- Sejak pertumbuhan GBKP yang luar biasa (tahun 1966), maka GBKP kekurangan pelayan gereja (pendeta) guna tugas pembinaan jemaat. Akibatnya banyak warga jemaat yang kurang terlayani, dan mengakibatkan statistik keanggotaan cukup banyak, tapi warga jemaat yang aktif dalam kegiatan berjemaat sangat kurang.
- Sehubungan dengan perkembangan jaman (modernisasi) yang melanda masyarakat, seperti perubahan nilai-nilai sebagai dampak kemajuan/ perkembangan, dan juga mobilitas masyarakat yang semakin tinggi adalah merupakan tantangan/ hambatan yang dihadapi oleh GBKP pada masa kini.
Dengan melihat tantangan/ hambatan yang dihadapi oleh GBKP, maka untuk masa ini dan ke depan, GBKP menetapkan visi dan misi ke depan yaitu (*2001) mewujudkan gereja GBKP (warga jemaat GBKP) yang hidup setia kepada Tuhan dengan menghargai kemanusiaan, melakukan keadilan, kebenaran, kejujuran dan kasih, serta dapat dipercaya dalam segala hal. Karena itu misi GBKP pada pada masa ini adalah meningkatkan kualitas beriman dan kehidupan semua warga GBKP. Strategi untuk melaksanakan misi itu melalui:
- Kemandirian di bidang theologia, daya dan dana
- Pemenuhan pelayan jemaat, di mana setiap majelis jemaat memiliki seorang pendeta. Pada masa ini GBKP memiliki 358 majelis jemaat dan 739 jemaat, yang baru dilayani oleh 186 pendeta
- Pemenuhan sarana-sarana pendukung pelayanan jemaat seperti sarana ibadah, pembinaan dan pelayanan diakonia
Penutup
Demikianlah secara singkat, melalui makalah ini telah diperkenalkan tentang Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). Perjalanan sejarah GBKP dapat dikatakan sudah cukup panjang (saat ini, -2019, sudah 129 tahun).Â
Dalam perjalanan sejarahnya ada masa sulit dan ada masa perkembangan yang luar biasa pesatnya. Tapi dalam kesemua masanya diwarnai dengan berbagai hambatan dan tantangannya. Tapi dalam semua hambatan dan tantangannya, Tuhan Yesus sebagai Kepala Gereja tetap menyertai hambaNya dan GerejaNya menuju masa depan yang lebih baik.
GBKP sebagai yang diutus oleh Tuhan ke dunia harus tetap setia akan panggilannya. Dan itu harus nampak dalam keterlibatan gereja/ warganya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dan di sanalah, gereja dan warganya menampakkan kesetianNya kepada Tuhan Yesus.
Daftar Kepustakaan:
- Van den End, Th, Ragi Carita 2, Jakarta, BPK, 1989
- Panitia Jubileum 100 Tahun GBKP, Ini Aku, Utuslah Aku, Medan, 1990
- Moderamen GBKP, Garis Besar Pelayanan GBKP 2000-2005, Kabanjahe, 2000
- Moderamen GBKP, Laporan ke Sidang BPH Sinode 2001, Kabanjahe, 2001
Selamat ulang tahun, bapak, ini hanya terlambat satu hari... Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H