Melakukan hal yang baru berarti mau berubah untuk selalu menjadi lebih baik. Untuk berubah bukanlah sebuah perkara yang mudah, tapi juga bukan tidak mungkin. Tidak mudah untuk berubah karena manusia tidak mudah melawan rasa takut. Ia juga tidak mudah untuk meninggalkan sesuatu yang sudah mapan dan terasa nyaman. Mencoba sesuatu yang baru bisa dilakukan melalui hal-hal kecil, semisal seorang bapak yang menata tanaman di pekarangan, alih-alih bermain mahyong atau dadu kocok seharian di kedai kopi pada saat akhir pekan. Ibu-ibu pun mungkin menyukai perubahan ini.
Kemungkinan penundaan atas sebuah pilihan untuk melakukan hal yang baik adalah sebuah titik berangkat dalam menimbun perasaan takut dan cemas yang berlebihan. Setiap kali memiliih untuk menunda sebuah sikap dan tindakan yang baik, sama artinya dengan mengurangi kesempatan bagi sebuah ide cemerlang bisa terwujud. Banyak hal besar yang terjadi justru berawal dari sebuah keputusan untuk melakukan suatu ide yang bahkan terlihat remeh dan sederhana.
Kesehatan sesungguhnya terlihat tidak mahal, tapi juga tidak mudah. Sebaliknya, mungkin mudah menjadi sakit, tapi harga yang harus dibayar setelahnya sungguh sangat mahal. Meskipun terlihat sepele, persoalan makanan dan pikiran nyatanya cukup menentukan kehidupan seperti apa sesungguhnya yang telah, sedang dan akan kita jalani dalam ruang dan waktu yang tersedia. Bila dibawa lebih jauh ke dalam hal-hal yang spiritual pun, ternyata ada juga konsep Brahman yang memandang bahwa bahkan di dalam makanan pun ada Tuhan.
Makanan dan pikiran sepertinya bukanlah persoalan yang remeh-temeh untuk diperhatikan. Bila kita adalah apa yang kita makan, dan apa yang kita pikirkan, kita sungguh sangat perlu memperhatikan apa yang kita makan dan apa yang kita pikirkan, kalau tidak demikian mungkin tidak seorang pun akan melihat Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H