Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pahlawan adalah Teladan, Tidak Cukup Hanya dengan Satu Pukulan seperti Saitama

10 November 2019   17:49 Diperbarui: 11 November 2019   00:58 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover dari volume pertama One-Punch Man manga yang adaptasi oleh Yusuke Murata (crunchyroll.com)

Saitama adalah karakter pahlawan yang ada di sebuah serial manga Jepang berjudul One Punch Man. Serial ini dibuat oleh seorang penulis asal Jepang dengan nama samaran One, yang mulai diterbitkan pada awal tahun 2009.

Saitama adalah pahlawan super yang berasal dari kota metropolitan Z-City. Ia dengan mudah mengalahkan monster dan penjahat dengan satu pukulan. Saitama memiliki seorang murid berwujud cyborg yang bernama Genos.

Begitulah yang terjadi, ketika di sebuah planet super, pada benua yang tidak disebutkan namanya, monster aneh secara misterius muncul dan menyebabkan bencana. Para pahlawan dunia dipanggil untuk bangkit melawan monster itu. Saitama adalah salah satu pahlawan yang mampu mengatasi mereka.

Mengalahkan lawan-lawan dengan sekali pukulan, membuat Saitama menjadi bosan dengan kekuatan supernya. Semua musuh tampak menjadi terlalu lemah bila berhadapan dengannya. Monster-monster itu mulai dari level paling rendah sampai dengan paling tinggi secara berturut-turut terdiri atas monster level harimau, level iblis, hingga level dewa.

Bosan mengalahkan para monster, ada satu hal lagi yang sangat dikesalkan oleh Saitama, yakni tidak ada orang yang mengenalnya sebagai pahlawan. Masyarakat di kotanya, Z-City, malah lebih mengenal para pahlawan atau superhero yang mereka saksikan dari televisi. Mereka adalah para pahlawan yang tergabung dalam Hero Association.

Barangkali karena tidak pernah ada pertarungan lebih dari satu pukulan untuk Saitama, maka tidak ada masyarakat yang mengenalnya. Saitama sangat tertantang untuk mengikuti tes demi mendapatkan pengakuan resmi sebagai salah satu pahlawan dengan bergabung di Hero Association.

Menariknya, saat Saitama bersama-sama dengan si cyborg Genos muridnya mengikuti tes, Saitama justru lulus menjadi pahlawan hanya di kelas C. Sementara itu, Genos lulus tes dan masuk ke dalam kelas S, yang merupakan peringkat kelas untuk pahlawan terkuat. Untuk sampai ke kelas S, Saitama harus lebih dahulu melewati kelas B dan A.

Ini sungguh ironis. Saitama dengan kekuatannya yang mampu menghancurkan meteor, mengalahkan monster level iblis seperti Deep Sea King, padahal sebelumnya banyak superhero kelas A dan S yang sudah terkapar saat melawannya. Atau bahkan ketika alien Dark Matter Thieves menyerang dan menghancurkan kota A-City, hanya Saitama lah yang mampu mengalahkan pemimpin mereka, Lord Boros, yang merupakan monster level dewa. Namun, Saitama tampaknya kurang dikenal dan kurang mendapatkan perhatian di kalangan asosiasi pahlawan.

Kekuatannya yang terlalu besar justru membuatnya lebih sering diragukan dan dicurigai. Ada yang menganggap bahwa Saitama bisa mengalahkan monster dengan mudah hanya karena monster itu sudah kelelahan karena telah lebih dahulu melawan hero-hero yang lain, atau terkadang itu hanya sebagai kebetulan belaka, karena Saitama membuat seluruh pertarungan tampak terlalu begitu mudah. Hanya saat melawan Lord Boros lah Saitama tampak mengeluarkan pukulan yang serius.

Kenyataannya, memang tidak ada yang menjadi pahlawan hanya dengan satu pukulan seperti Saitama di kehidupan nyata. Siapakah yang menjadi pahlawan saat ini bagi kita?

Kembali ke kenyataan, dalam buku Pembahasan Budi Pekerti "Di Zi Gui" yang dituturkan oleh Guru Cai Li Xu, justru pahlawan yang kita butuhkan saat ini adalah dia yang mampu menjadi teladan dalam memberi panduan langkah dan sumber kebajikan bagi para penerus masa depan.

Kata Guru Cai Li Xu, saat ini harusnya kita senantiasa berpegang pada prinsip "Belajarlah untuk dapat diajarkan kepada orang lain, berperilakulah untuk menjadi teladan masyarakat." Katanya lagi, "Dengan belajar engkau menyelamatkan dirimu, dengan mendidik engkau menyelamatkan manusia." Jadi belajar dan mengajar sama-sama tidak boleh berhenti.

Orang yang senang belajar sama dengan orang yang menyenangi kebajikan, orang yang senang mendidik sama dengan orang yang penuh welas asih kepada sesamanya. Melalui pendidikan, hidup seseorang bisa bermakna, baik bagi keluarga, masyarakat dan negara.

Pahlawan dalam artian ini, bukan saja tidak dikenal dan kurang mendapat perhatian seperti Saitama, tapi juga tidak cocok sama sekali dengan gambaran pahlawan yang gagah perkasa pada umumnya, karena lebih sering berada di pihak yang kalah atau mengalah, mulai dari hal-hal yang kecil.

Guru Cai Li Xu memberikan contoh sebagai berikut.

Kita semua tentu sudah pernah bertamasya beramai-ramai. Apa yang biasa dilakukan ketika sampai di hotel? Hal pertama yang biasa kita lakukan adalah menyalakan semua lampu yang ada di semua kamar. Mengapa? Karena bukan kita yang membayar uang listrik maka kita tidak perlu berhemat. Apakah itu benar? Tentu tidak!

Bukan masalah siapa yang membayar listrik. Tapi kita harus berpikir bahwa saat ini semua energi begitu terbatas di dunia ini. Kita seharusnya memakai energi sesuai dengan kebutuhan agar energi tidak terbuang sia-sia. Itu adalah dasar pemikiran yang harus kita terapkan kepada generasi muda kita dan kepada generasi berikutnya.

Bila kita melihat orang menyalakan lampu yang tidak diperlukan, kita tidak perlu ribut-ribut dengan mereka. Kita cukup mematikannya, karena kita harus senantiasa ingat ajaran para bijak yaitu selalu memberi contoh yang benar dan baik kepada orang-orang di sekitar kita.

Lagi menurut Guru Cai Li Xu, bahwa dewasa ini tingkat keberhasilan seseorang dalam memberikan nasihat kepada orang lain, jarang sekali dapat melebihi 50%. Dengan kata lain, dewasa ini semakin sulit menasihati orang.

Di satu pihak, di zaman sekarang banyak orang yang hatinya tidak terbuka terhadap kritik, arogan, karena tidak pernah mendapat penididikan moral dan etika. Di lain pihak, juga hampir tampak tidak ada lagi yang patut menjadi teladan. Orang sering tergesa-gesa dalam memberikan nasihat, sehingga sering kali gagal. Jadi, dalam memberi nasihat, berperilakulah layaknya guru yang bisa menjadi teladan, disertai dengan sikap yang tepat.

Berikut ini adalah sebuah contoh dalam meberikan teladan untuk membentuk sikap pada seorang anak yang dituturkan oleh Guru Cai Li Xu.

Alkisah ada seorang ayah bersama anak remajanya yang berusia 16 tahun mengunjungi sebuah pusat rekreasi. Sang anak membawa ayahnya berkendara ke tempat itu. Sang ayah kemudian diturunkan di sana, dan anak itu berjanji akan kembali menjemput sekitar jam 4 sore.

Sang anak lalu pergi ke stasiun pengisian bahan bakar untuk mengisi bahan bakar. Tepat di sebelah stasiun pengisian bahan bakar terdapat sebuah bioskop. Anak itu melihat jam, masih ada cukup banyak waktu untuk menjemput ayahnya.

Maka ia memutuskan meninggalkan mobilnya di stasiun pengisian bahan bakar dan pergi menonton di bioskop terlebih dahulu. Tetapi karena terlalu asyik menonton, ia lupa waktu dan sudah terlambat lebih dari satu jam dari jadwal menjemput ayahnya.

Anak ini pun terburu-buru ke stasiun pengisian bahan bakar untuk mengambil mobilnya dan cepat-cepat berangkat menjemput ayahnya. Anak itu takut ayahnya akan marah. Maka ia mengarang sebuah cerita bohong mengapa ia terlambat menjemput.

Ketika bertemu dengan ayahnya, anak ini pun berbohong, "Ayah, mobil kita rusak, jadi tadi saya membawa ke bengkel untuk diperbaiki dulu." Sang ayah berkata kepada anaknya, "Mengapa kamu berbohong?" 

Anak itu masih terus berdalih bahwa ia tidak berbohong dan memang mobilnya rusak dan dibawa ke bengkel. Ayahnya berkata, "Ayah telah menelfon ke stasiun pengisian bahan bakar untuk mencek dan mereka membenarkan bahwa mobil kita diparkirkan di situ sejak beberapa jam lalu." Kebohongan anak itu terbongkar.

Sang ayah lalu berkata bahwa ia marah, tetapi bukan marah terhadap anaknya itu. Ia marah terhadap dirinya sendiri yang telah gagal mendidik anaknya, karena selama 16 tahun mendidik anaknya, rasa takut bahwa ayah akan marah membuat anak itu berbohong. Ini berarti bahwa ayah telah gagal mendidik sang anak.

Menyesali kesalahannya, sang ayah kemudian memutuskan untuk berjalan kaki pulang ke rumah. Anaknyanya membawa mobil mengikutinya dari belakang. Begitu tiba di rumah, anak itu meminta maaf kepada ayahnya dan berkata bahwa pelajaran kali ini sangatlah berharga seumur hidupnya. Anak itu berjanji sejak saat itu tidak akan berbohong lagi.

Cerita ini menunjukkan kepada kita bagaimana sang ayah menggunakan kebajikannya dan rasa penyesalan untuk menyadarkan anak dari kesalahan yang dibuatnya. Karena itu, ketika memberi nasihat, kita tidak hanya memerlukan hati yang tulus, kebulatan hati dan hati yang baik, tetapi juga strategi yang jitu.

Ayah yang bijaksana itu, barangkali akan menjadi pahlawan dan melahirkan para pahlawan berikutnya, tidak saja bagi keluarganya, tapi juga bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Selamat Hari Pahlawan, 10 November 2019.

Referensi:

  • wikipedia.org/wiki/One-Punch_Man
  • Guru Cai Li Xu, Pembahasan Budi Pekerti Di Zi Gui, Menuju Kehidupan Bahagia, Jakarta: Yayasan Bhakti Putra Handal Indonesia, 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun