Suasana menjadi tidak terkendali karena para penjaga benteng itu berebutan uang emas dan meninggalkan posnya. Ketika mereka tengah sibuk memunguti uang logam, tentara Aceh menerobos masuk dan dengan mudah menguasai benteng.
Pertahanan terakhir yang dimiliki orang dalam adalah salah seorang saudara Puteri Hijau, yaitu Meriam Puntung. Tapi karena ditembakkan terus-menerus, meriam ini menjadi panas, meledak, terlontar, dan terputus dua.
Bagian moncongnya tercampak ke Desa Sukanalu Simbelang, Kecamatan Barusjahe. Sedangkan bagian sisanya terlontar ke Labuhan Deli, dan kini ada di halaman Istana Maimoon Medan.
Melihat situasi yang tak menguntungkan, Ular Simangombus, saudara Sang Puteri lainnya, menaikkan Puteri Hijau ke atas punggungnya dan menyelamatkan diri melalui sebuah terusan, yang dinamakan Jalan Puteri Hijau, hingga memasuki sungai Deli, dan langsung ke Selat Malaka. Hingga sekarang kedua kakak beradik ini dipercaya menghuni sebuah negeri dasar laut di sekitar Pulau Berhala.
Sementara itu, versi sejarah lainnya adalah hikayat dari masyarakat Karo sendiri. Walaupun agak bertentangan dengan versi sejarah cerita lisan yang berkembang di masyarakat Melayu Deli. Perbedaan ini terkesan akibat persaingan untuk mengunggulkan identitas dan ego suku masing-masing.
Versi yang satu ini, menyebutkan bahwa Puteri Hijau sebenarnya sempat tertangkap. Ia ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh.
Ketika kapal sampai di Ujung Jambo Aye, Putri Hijau memohon diadakannya suatu upacara sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, ia diberikan berkarung-karung beras dan beribu-ribu telur.
Sesaat setelah upacara dimulai, tiba-tiba berhembuslah angin puting beliung yang dahsyat, disusul gelombang tinggi yang ganas. Dari perut laut muncul jelmaan saudaranya, Ular Simangombus, yang dengan rahangnya mengambil peti tempat adiknya dikurung.
Lalu Puteri Hijau dilarikan ke dalam laut dan mereka bersemayam di perairan pulau Berhala. Menurut cerita ini, saudara-saudara Puteri Hijau adalah manusia-manusia sakti yang masing-masing bisa menjelma menjadi meriam dan ular naga.
Kelemahan dari setiap cerita lisan adalah selalu dan selamanya hanya mewariskan berbagai versi kisah yang bertahan hidup dan berkembang sesuai selera masing-masing penceritanya.
Dalam hal ini, proyek tes DNA untuk mengetahui asal usul nenek moyang asli orang Indonesia, sebagaimana yang dilakukan Prof. Dr. Herawati dan timnya menjadi penting, untuk menguak fakta sejarah yang lebih bisa dipertanggung jawabkan.