Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Warisan Budaya yang Membuktikan bahwa Kita Semua Bersaudara

31 Oktober 2019   18:40 Diperbarui: 1 November 2019   04:47 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arca Dewa Wisnu di Kecamatan Kutabuluh Kab. Karo (Foto: Darmansyah Karosekali)

Benar, sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. Dr. Herawati, bahwa kebanyakan dari nenek moyang orang Indonesia asalnya dari Afrika. Dilansir dari wikipedia, bahwa sejarah Suku Karo merupakan percampuran dari ras Proto Melayu dengan ras Negroid atau Negrito. Percampuran ini disebut umang.

Hal ini terungkap dalam legenda Raja Aji Nembah yang menikah dengan putri umang. Umang tinggal dalam gua dan sampai sekarang masih dapat dilihat bekas-bekas kehidupan umang di beberapa tempat.

Gua Umang di Desa Seberaya Kec. Tigapanah Kab. Karo (Foto: Darmansyah Karosekali)
Gua Umang di Desa Seberaya Kec. Tigapanah Kab. Karo (Foto: Darmansyah Karosekali)
Pada abad pertama setelah Masehi, terjadi migrasi orang India Selatan ke Indonesia termasuk ke Sumatra. Mereka beragama Hindu. Mereka memperkenalkan aksara Sansekerta, Pallawa, dan ajaran dalam agama Hindu.

Pada abad kelima, terjadi pula gelombang migrasi India yang memperkenalkan agama Buddha dan tulisan Nagari. Tulisan Nagari inilah yang menjadi cikal bakal aksara Batak, Melayu, dan Jawa kuno. Paling tidak dalam hal bahasa, asal usul ini membuktikan bahwa ada keterkaitan atau persaudaraan suku Batak, Melayu dan Jawa, kita bersaudara.

Pada Rabu, 30/10/2019 yang lalu, seorang teman saya yang bekerja pada sebuah instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Karo, dalam sebuah perjalanan dinas untuk melakukan pemetaan rupa bumi dan pemeriksaan tapal batas wilayah, ia mendokumentasikan sebuah jejak unsur warisan budaya dan sejarah masa lalu yang masih berdiri di sebuah desa di Kecamatan Kutabuluh Kabupaten Karo. Itu adalah sebuah arca peninggalan agama Hindu dengan gambaran wujud Dewa Wisnu di atasnya. 

Juga ada gapura yang menyerupai gapura bergaya Hindu, sebagaimana yang ada pada kerajaan Majapahit maupun kerajaan Mataram Hindu di Pulau Jawa, yang baru-baru ini juga ditemukan juga oleh beberapa ahli arkeologi di Pulau Jawa, yang terdiri atas susunan batu bata.

Arca Dewa Wisnu di Kecamatan Kutabuluh Kab. Karo (Foto: Darmansyah Karosekali)
Arca Dewa Wisnu di Kecamatan Kutabuluh Kab. Karo (Foto: Darmansyah Karosekali)
Arca Dewa Wisnu di Kecamatan Kutabuluh Kab. Karo (Foto: Darmansyah Karosekali)
Arca Dewa Wisnu di Kecamatan Kutabuluh Kab. Karo (Foto: Darmansyah Karosekali)
Gapura Bergaya Mataram Hindu di Kecamatan Kutabuluh Kab. Karo (Foto: Darmansyah Karosekali)
Gapura Bergaya Mataram Hindu di Kecamatan Kutabuluh Kab. Karo (Foto: Darmansyah Karosekali)
Hal ini menegaskan bahwa pada masa dulu, di tempat ini sudah ada pengaruh Hindu, walaupun pada saat ini sudah tidak ada lagi ditemukan orang-orang dengan ciri khas fisik seperti bangsa Tamil yang ada di India pada desa ini.

Barangkali, hal ini juga menjadi penjelasan logis mengapa dalam kepercayaan atau agama awal suku Karo, yang disebut "Agama Pemena," ada dikenal istilah Dibata Datas atau Guru Batara, yang memiliki kekuasaan atas dunia atas atau angkasa, lalu ada Dibata Tengah atau Tuhan Padukah ni Aji, yang menguasai dan memerintah di bagian dunia yang kita huni ini, dan Dibata Teruh atau Tuhan Banua Koling, yang memerintah di bagian bawah bumi. Hal ini mirip dengan konsep Tri Murti pada agama Hindu dengan Dewa Brahma, Wisnu dan Shiwa-nya.

Hal ini belum ditambah lagi dengan kesamaan beberapa marga pada suku Karo yang ada kemiripan dengan kasta yang ada di India. Mungkin ini adalah pengaruh para kaum kasta Brahma dan Kesatria yang bermigrasi dari India pada berabad-abad lalu dan tiba di Tanah Karo pada masa lalu, yang kemudian menanamkan pengaruh budaya dan agamanya, bahkan mempengaruhi sistem sosial dan kepercayaan suku Karo yang lebih dahulu mendiami desa ini.

Lebih jauh lagi, pada hari Minggu, 27/10/2019 yang lalu, di sela kunjungan ke rumah kerabat di Desa Aji Jahe Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo dalam rangka pesta budaya Kerja Tahun, yang merupakan pesta tahunan untuk pengucapan syukur warga desa atas hasil panen selama setahun, saya menyempatkan diri mengunjungi salah satu situs budaya yang berada di Desa Seberaya Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Itu adalah situs budaya Puteri Hijau.

Situs Budaya Putri Hijau di Desa Seberaya Kec. Tigapanah Kab. Karo (dokpri)
Situs Budaya Putri Hijau di Desa Seberaya Kec. Tigapanah Kab. Karo (dokpri)
Situs Budaya Putri Hijau Desa Seberaya Kec. Tigapanah Kab. Karo (dokpri)
Situs Budaya Putri Hijau Desa Seberaya Kec. Tigapanah Kab. Karo (dokpri)
Berdasarkan sejarahnya, pada abad 15 hingga abad 16 terjadi peristiwa paling berdarah di dataran rendah Aceh, Sumatera Timur, dan semenanjung Malaysia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun