Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cinta Adalah Hal Paling Rasional dalam Hidup yang Penuh Penat

6 Oktober 2019   08:57 Diperbarui: 6 Oktober 2019   09:26 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Boas pun memberitahu bahwa kerabat itu memiliki kewajiban ganda. Setelah membeli tanah itu, kerabat itu berkewajiban untuk mengawini Rut dan mewariskan tanah yang dibelinya itu kepada anak yang akan lahir dari perkawinannya dengan Rut.

Namun, ternyata kerabat itu tidak mampu melakukan kewajiban itu, sehingga ia menyerahkan haknya kepada Boas. Untuk itu, Boas terlebih dahulu menyelesaikan masalah hukum menyangkut ladang yang akan dijual Naomi.

Boas menyelesaikan perkaranya dengan terbuka dan jujur, dan ia mengambil Rut sebagai Istrinya. Naomi berbahagia karena Rut melahirkan anak, yang dinamai Obed. Kelanjutan dari garis keturunan ini merupakan hal yang penting, kerena Obed menjadi ayah Isai yang memperanakkan Daud, raja Israel yang terbesar.

Jadi, semua generasi dari Abraham sampai Daud ada empat belas generasi, dan dari Daud sampai pembuangan ke Babel ada empat belas generasi, dan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus ada empat belas generasi. Silsilah ini sebagaimana tertulis dalam Injil Matius.

Meskipun banyak perdebatan tentang masa penulisan kisahnya, dari penjelasan isi Kitab Rut (kitab Rut Pasal 4 ayat 17-22), dikatakan bahwa kitab ini ditulis sewaktu Daud menjadi raja dan sesudahnya.

Dapat dibayangkan, dengan ketatnya tradisi Yahudi mengajarkan nilai-nilai hidup dan penyertaan kuasa sang pencipta secara turun temurun dalam silsilah keturunan keluarganya, pastilah membuat Daud, seorang raja yang besar, sangat mengenal kisah Rut, nenek buyutnya. Rut seorang janda yang hidup dari hasil memungut sisa-sisa tuaian gandum di ladang yang bukan miliknya.

Bukan tokoh dan latar suku bangsa dalam kisah ini yang utama. Tetapi nilai dalam kisahnya menjadi penyemangat bagi kita yang hidup pada masa yang jauh sesudahnya, bahwa orang-orang yang hidup dalam kesusahan, kemiskinan dan nyaris tanpa perlindungan, adalah orang-orang yang tidak luput dari perhatian Tuhan. Mereka yang bisa jadi di mata dunia dianggap paling hina akan menjadi yang paling besar di antara semuanya. Bukankah ada firman tertulis, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga."

Bila sorga tersedia bagi mereka yang miskin di hadapan Allah, apa lagi alasan yang lebih rasional menjadikan itu kenyataan selain karena cinta?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun