Ini adalah pelajaran dari kisah Rut hingga Daud. Rut adalah seorang perempuan suku Moab yang menikah dengan Mahlon, salah seorang putra Naomi dan Elimelekh, orang Israel.
Mahlon, suami Rut, kemudian meninggal karena bencana kelaparan. Walaupun suaminya sudah meninggal, Rut tetap menunjukkan kesetiaannya terhadap ibu mertuanya, Naomi. Rut orang Moab bahkan tetap beribadat kepada Tuhannya Naomi, orang Israel.
Dalam kehidupan masyarakat modern saat ini, refleksi atas kisah Naomi yang adalah seorang janda, yang kehilangan suami dan anak-anaknya karena bencana kelaparan, tapi tetap hidup bersama dengan menantunya Rut, mestilah akan memberikan gambaran tentang kehidupan sebuah keluarga susah, yang hidup miskin dan nyaris tanpa perlindungan.Â
Mereka, yang dalam kehidupan saat ini, mungkin adalah orang-orang lemah, yang jelas tidak akan mendatangkan keuntungan apa pun untuk dibela dalam pandangan masyarakat umum, yang hidup dalam zaman dengan semangat saling mengalahkan.
Dalam kisah hidupnya selanjutnya, memang untuk sekadar mencukupi kebutuhan makan sehari-harinya, Rut sering harus memungut sisa-sisa tuaian yang tertinggal di belakang saat orang-orang memanen gandum di ladang.Â
Barangkali karena itulah kisah Rut dalam tradisi Yahudi dibacakan dalam kebaktian di Sinagoge pada hari raya Pentakosta. Itu bisa juga dimaknai sebagai hari raya selesainya penuaian.
Latar belakang kisah ini adalah perkawinan Levirat dan penebusan tanah yang jelas tidak sejajar pada masyarakat modern saat ini. Perkawinan Levirat (Bahasa Latin "Levir" berarti ipar laki-laki). Itu adalah perkawinan di mana apabila seorang laki-laki di Israel Kuno meninggal dan belum memiliki anak laki-laki, maka kewajibannya terletak pada kerabat terdekatnya, dengan mengawini janda kerabat itu untuk mendapatkan anak laki-laki. Hal itu supaya namanya dalam silsilah tidak terhapus.
Pada suatu hari, Naomi menyuruh Rut menantunya ikut memanen gandum di ladang Boas. Ia adalah seorang bujangan kaya, kerabat dari Elimelekh. Ini adalah rencana Naomi untuk mempertemukan Rut dan Boas.
Rut dan Boas, setelah pertemuannya itu, akhirnya memang saling jatuh cinta. Boas sebenarnya masih kerabat jauh. Masih ada kerabat lain yang lebih dekat dibanding Boas dan orang itu lebih berhak mengawini Rut.
Menyadari hal itu, meskipun Boas jatuh cinta, tapi ia tidak mau mengabaikan hak kerabat yang lebih dekat itu. Boas mengumpulkan para tua-tua di pintu gerbang kota dan mengundang kerabat yang lebih dekat itu supaya hadir.
Boas juga memberitahukan kepada kerabatnya itu perihal tanah Elimelekh yang hendak dijual oleh Naomi. Ternyata, pertama-tama kerabat itu mempersoalkan tanah Elimelekh itu, dan bukannya memersoalkan perkawinan dengan Rut, anggota kerabat yang telah menjanda itu.
Boas pun memberitahu bahwa kerabat itu memiliki kewajiban ganda. Setelah membeli tanah itu, kerabat itu berkewajiban untuk mengawini Rut dan mewariskan tanah yang dibelinya itu kepada anak yang akan lahir dari perkawinannya dengan Rut.
Namun, ternyata kerabat itu tidak mampu melakukan kewajiban itu, sehingga ia menyerahkan haknya kepada Boas. Untuk itu, Boas terlebih dahulu menyelesaikan masalah hukum menyangkut ladang yang akan dijual Naomi.
Boas menyelesaikan perkaranya dengan terbuka dan jujur, dan ia mengambil Rut sebagai Istrinya. Naomi berbahagia karena Rut melahirkan anak, yang dinamai Obed. Kelanjutan dari garis keturunan ini merupakan hal yang penting, kerena Obed menjadi ayah Isai yang memperanakkan Daud, raja Israel yang terbesar.
Jadi, semua generasi dari Abraham sampai Daud ada empat belas generasi, dan dari Daud sampai pembuangan ke Babel ada empat belas generasi, dan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus ada empat belas generasi. Silsilah ini sebagaimana tertulis dalam Injil Matius.
Meskipun banyak perdebatan tentang masa penulisan kisahnya, dari penjelasan isi Kitab Rut (kitab Rut Pasal 4 ayat 17-22), dikatakan bahwa kitab ini ditulis sewaktu Daud menjadi raja dan sesudahnya.
Dapat dibayangkan, dengan ketatnya tradisi Yahudi mengajarkan nilai-nilai hidup dan penyertaan kuasa sang pencipta secara turun temurun dalam silsilah keturunan keluarganya, pastilah membuat Daud, seorang raja yang besar, sangat mengenal kisah Rut, nenek buyutnya. Rut seorang janda yang hidup dari hasil memungut sisa-sisa tuaian gandum di ladang yang bukan miliknya.
Bukan tokoh dan latar suku bangsa dalam kisah ini yang utama. Tetapi nilai dalam kisahnya menjadi penyemangat bagi kita yang hidup pada masa yang jauh sesudahnya, bahwa orang-orang yang hidup dalam kesusahan, kemiskinan dan nyaris tanpa perlindungan, adalah orang-orang yang tidak luput dari perhatian Tuhan. Mereka yang bisa jadi di mata dunia dianggap paling hina akan menjadi yang paling besar di antara semuanya. Bukankah ada firman tertulis, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga."
Bila sorga tersedia bagi mereka yang miskin di hadapan Allah, apa lagi alasan yang lebih rasional menjadikan itu kenyataan selain karena cinta?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H