Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Kerja Tahun," Merayakan Hasil Panen dalam Potret Realisme, Emosi, dan Seni Masa Kini

23 Juli 2019   14:06 Diperbarui: 3 Mei 2020   00:12 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Padi mengunging dan sebagian sudah dipanen di Sawah Tapin Julun, Desa Serdang Kec. Barusjahe Kab. Karo Prov. SUMUT, Sabtu (20/07/2019) - dokpri

Pagit-Pagit dibuat dari bahan selulosa rumput yang berada di usus dua belas jari sapi atau kerbau, diperas untuk diambil airnya, dimasak dengan campuran daun ubi dan potongan tulang-tulang sapi, hingga menyerupai sup tapi berwarna hijau, sehingga disebut juga dengan istilah prokem masa kini "Sup Ijo." Untuk menghilangkan aroma khas usus dua belas jari, maka ada ramuan khusus dari bahan yang disebut "Kayu Cingkam," diiris dan dimasukkan ke dalam campuran pada saat dimasak.

Kaum bapa-bapa yang | dokpri
Kaum bapa-bapa yang | dokpri
Memasak ikan mas arsik di tungku dengan kayu bakar, Serdang (20/07/2019) - dokpri
Memasak ikan mas arsik di tungku dengan kayu bakar, Serdang (20/07/2019) - dokpri
Ada juga penganan dari tepung yang disebut "Cimpa." Jenisnya bermacam-macam, ada yang dibuat dengan balutan gula merah dicampur kelapa parut pada intinya, atau Cimpa Gulame, yakni tepung beras yang dimasak dengan campuran air dan gula merah dengan teknik mirip dengan cara membuat dodol atau jenang, dan lain sebagainya.

Waktu pelaksanaan Kerja Tahun sendiri berbeda-beda, mengikuti musim panen pada setiap desa yang juga berbeda-beda. Namun, pada prinsipnya pelaksanaannya semuanya dengan tujuan yang sama, yakni mengucap syukur atas hasil panen pada satu tahun. Merayakannya dalam kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (tentunya yang berkesempatan hadir) dalam sebuah perayaan realisme dan emosi dengan bungkus seni.

Baca Juga: Pelajaran tentang Tradisi Hipokrasi dari Rasa Cimpa Gulame

Pada kenyataannya, memelihara hewan ternak dan menanam padi atau tanam-tanaman pertanian lainnya sendiri telah mengalami berbagai perkembangan bentuk. Mungkin kebanyakan petani sudah menyusun jadwal musim tanam dan musim panennya sendiri, dan tidak selalu seragam. Karena varietas bibit pertanian sendiri sudah banyak yang merupakan bibit hibrida, yang dalam satu tahun bisa mengalami musim panen hingga dua kali, tiga kali, atau lebih dan bukan hanya sekali panen setiap tahunnya. Atau hewan-hewan ternak yang sudah bisa dipanen dalam kurun 5 atau 6 bulan, atau malah kurang. Itu adalah "berkah" kemajuan teknologi.

Namun, begitulah manusia dalam hidupnya yang berlalu dalam deru waktu dan berlangsung dalam kerumuman yang penuh hiruk pikuk. Manusia memiliki koleksi pikiran yang membuatnya tidak mudah lupa atas apa yang pernah terjadi dalam kehidupan sejak zaman nenek moyangnya, dan diwariskan secara turun temurun. Maka, meskipun ia tidak hidup di zaman itu ia tidak merasa asing dengan apa yang dia lakoni kini, sebagai pewaris generasi selanjutnya.

Mengikuti hukum kekekalan energi, dimana tidak ada energi yang hilang melainkan hanya berubah bentuk, maka mungkinkah ini berarti bahwa demikian juga halnya dengan kebiasaan, sifat, karakter dan budaya manusia, sebenarnya tidak ada yang hilang melainkan hanya bentuknya yang berubah. Dan mungkin, barangkali demikian jugalah halnya mengapa ada ungkapan dalam kitab suci yang mengatakan bahwa apa yang pernah terjadi, akan terjadi lagi, apa yang pernah dilakukan, akan dilakukan lagi, tidak ada sesuatu yang baru di dunia ini. Masa kini akan segera menjadi masa lalu, dan masa depan akan segera menjadi masa kini.

Demikianlah sekelumit hubungan antara realisme, emosi dan seni dalam Kerja Tahun yang selalu datang dan pergi setiap tahunnya, memberikan pelajaran tentang kenyataan hidup yang sungguh sangat singkat. Oleh karenanya manusia perlu selalu mensyukuri waktu dan kesempatan yang tersedia baginya, disamping tentu saja mencucui piring-piring kotor, karena memang begitulah biasanya setelah pesta berakhir.

Serdang, 20 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun