Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Demi Waktu," Kita Adalah Apa yang Kita Kerjakan Ketika Tak Ada Orang yang Melihatnya

28 Juni 2019   12:58 Diperbarui: 30 Juni 2019   12:58 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/speckboymag

Apa pentingnya berdoa seperti itu, toh yang melaksanakan pesta atau pelayan pada sebuah ibadah Minggu tetap tidak akan mengetahui atau tidak terlalu ambil pusing dengan alasan ketidakhadirannya di acara-acara itu?

Doa adalah kata-kata yang dirangkai dengan harapan untuk hadirnya sebuah kenyataan yang melampaui segala akal dan segala kemungkinan.

Mungkin saja dengan seuntai doa, orang yang mengundang ke pesta atau pelayan ibadah Minggu itu akan memahami atau mungkin juga tidak, mengapa kita tidak hadir. Bahkan mungkin, Tuhan pun akan membenarkan atau bisa juga tidak, sebuah alasan untuk melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu, apa pun itu.

Bukankah semua waktu dan segala hal yang dikerjakan di segala tempat dalam semua waktu yang tersedia adalah milik Tuhan? Kalau manusia tidak mengasihi sesamanya yang terlihat, bagaimanakah ia akan mengasihi Tuhan yang tidak terlihat? Bukankah manusia yang mengenal Tuhan adalah yang paling bertanggung jawab untuk menyatakanNya dalam segala tindak tanduknya? Kalau tidak demikian, maka mungkin tidak seorang pun akan melihat Tuhan.

Sekarang, bahkan bagi manusia yang paling fungsional dan paling praktis sekalipun, kegunaan atas segala sesuatu dalam hidup adalah sebuah titik temu yang mungkin dapat menyatukannya dengan manusia yang paling rumit sekalipun, yang bergumul dengan segala dilema dalam dirinya. 

Apa gunanya patuh pada adat istiadat dan ritus, sementara sikap abai terhadap pekerjaan sehari-hari akan menyebabkan sebuah pemborosan atau kerugian negara, karena negara tetap membayar untuk sebuah kursi kosong lengkap dengan mejanya yang lebih sering ditinggalkan oleh orang yang dipilih negara untuk mendudukinya? 

Manakah yang lebih patut dipersalahkan dalam hal ini, tidak menghadiri sebuah undangan pesta atau tidak memenuhi kewajiban sebagai seorang aparatur negara terkait dengan jam kerja?

Dalam pandangan bahwa semua waktu dan segala jenis pekerjaan di dalamnya adalah milik Tuhan, barangkali tidak ada hal yang tidak berguna bila dikerjakan dalam keyakinan yang teguh bahwa kita sedang mengerjakan segala sesuatu dengan maksud dan upaya terbaik yang kita bisa. 

Kalau begitu halnya, mungkin tidak akan relevan untuk memilih dan memberikan penilaian atas sebuah pilihan, bahwa yang ini lebih baik dan lebih bernilai daripada yang itu.

Paling tidak, mungkin akan sedikit lebih baik dalam bersikap, jikalau kita harus memilih untuk menghadiri sebuah undangan ke acara pesta yang dibuat oleh kerabat, maka jadilah kita anggota kerabat yang hadir dengan penuh kehangatan dan perhatian. 

Bukan sebaliknya, kita hadir membawa desas-desus di antara kerumunan, yang bisa membuat suasana menjadi keruh. Atau jikalau harus memilih untuk tetap bekerja, bekerjalah seolah itu adalah untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun