Entahlah, apakah etis untuk mengatakan bahwa pemaknaan seperti itu cocok dikatakan sebagai sebuah seni kebencanaan. Barangkali, tidak menjadi masalah sepanjang tetap menjaga maksudnya untuk menghasilkan sebuah ungkapan perasaan yang indah dan baik isinya, sehingga dapat meningkatkan budi pekerti manusia, sekalipun itu adalah sebuah peristiwa bencana alam.
Yang jelas, semua kesenian, termasuk kalau bisa mengatakan bahwa penyajian peristiwa bencana alam sebagai sebuah seni kebencanaan, di media sosial telah mengambil tempat tersendiri di samping dampaknya di dunia nyata. Pembacalah yang berkepentingan untuk mengambil makna sebuah peristiwa sesuai maksud dan tujuannya sendiri.
Gambaran dari James Lovelock dalam publikasinya yang diterbitkan pada tahun 1979, berjudul Gaia: A New Look at Life on Earth, menjelaskan tentang sebuah Apocalypse segera.
Menurutnya suasana abad ke-21 telah berkembang secara menyolok menjadi lebih apokaliptik dari petualangan-petualangan dia sebelumnya. Dalam pers dia sering digambarkan sebagai nabi Yeremia masa kini atau nabi malapetaka.
Teori Gaia, dengan gagasan inti tentang pencarian akan Ibu Bumi, secara inheren bersifat holistik, menegaskan bahwa sistem sebagai suatu keseluruhan jauh lebih signifikan daripada bagian-bagian pokoknya.
Sehingga, bukan hal yang mengejutkan mendengar Lovelock mendeskripsikan manusia "hanya sebagai spesies yang lain, bukan sebagai pemilik ataupun pengurus planet ini."
Dalam karyanya yang paling baru, dia menganjurkan bahwa Homo sapiens telah menjadi infeksi bumi. Manusia telah membuat Gaia, Ibu Bumi, menderita demam dan segera kondisinya akan memburuk hingga keadaan seperti koma. Gaia sudah di sana sebelumnya dan sembuh, tapi itu membutuhkan lebih dari 100.000 tahun. Kita, manusia, bertanggung jawab dan akan menanggung konsekuensi-konsekuensinya. Implikasinya menurut Lovelock, adalah bahwa Bumi mungkin bertahan, betapapun buruk kita memperlakukannya, tetapi keberlangsungan itu tidak harus mencakup diri kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H