Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kupu-kupu Ekor Layang-layang, Penghuni Hutan Pinus di Pelangkah Gading

25 Maret 2019   17:29 Diperbarui: 25 Maret 2019   23:15 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Swallowtail Butterfly di atas guguran daun-daun pinus di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)

Pada hari Minggu, 24 Maret yang lalu, kami bersama serombongan keluarga dari Kabanjahe mengunjungi sebuah kawasan hutan pinus yang sedang dan akan dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata baru berbasis agrowisata, serta telah di-launching pengembangannya sebagai destinasi wisata baru di Kabupaten Karo pada peringatan hari jadi Kabupaten Karo ke-73 tanggal 8 Maret 2019 yang lalu. Kawasan tersebut bernama Puncak Pelangkah Gading, terletak di Desa Kutambaru Kecamatan Munte Kabupaten Karo.

Bersama Keluarga VG. Elhineni di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Bersama Keluarga VG. Elhineni di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Bersama Keluarga VG. Elhineni di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Bersama Keluarga VG. Elhineni di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Kawasan Puncak Pelangkah Gading merupakan aset milik desa Kutambaru, yang memiliki luas lebih kurang 42 hektar dengan akses jalan masuk sejauh 2,5 km dari Desa Kutambaru. Kondisi jalan masih berupa jalan bebatuan dan jalan tanah selebar 10 meter. Dengan kondisi seperti itu, maka untuk mencapai Puncak Pelangkah Gading diutamakan menggunakan kendaraan doubel gardan.

Menuju Puncak Pelangkah Gading dengan Kendaraan Double Gardan (dokpri)
Menuju Puncak Pelangkah Gading dengan Kendaraan Double Gardan (dokpri)
Dari kepala desa, pak Benyamin Sembiring, yang ada bersama dengan kami dalam kunjungan itu, diperoleh informasi bahwa pemerintah desa Kutambaru ke depannya merencanakan untuk memanfaatkan lahan di kawasan Puncak Pelangkah Gading seluas 1 hektar untuk ditanami bunga-bunga dengan beragam jenis menggunakan dana desa tahun 2019.

Pengelolaan dan pengembagan kawasan wisata Puncak Pelangkah Gading ini nantinya akan melibatkan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), agar masyarakat desa betul-betul dapat menikmati dan mendapat manfaat dari kepariwisataan di desanya sendiri, bisa melalui hasil penjualan produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan hal lainnya begitu nantinya objek wisata itu ramai dikunjungi baik oleh para wisatawan lokal maupun mancanegara.

"Selain itu, kita juga akan terus mengembangkan lokasi step by step. Secara perlahan di Puncak Pelangkah Gading ini akan kita bangun lokasi off road mobil, sepeda motor dan sepeda gunung. Termasuk juga membangun home stay dan fasilitas umum terutama toilet," tambah pak Benyamin Sembiring.

penginapan berupa guest house di wana wisata Curug Cilember, Bogor (foto dari: https://harjo.wordpress.com)
penginapan berupa guest house di wana wisata Curug Cilember, Bogor (foto dari: https://harjo.wordpress.com)
Salah satu rumah pohon di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Salah satu rumah pohon di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Mendengar penuturan kepala desa yang menurut saya sangat ramah, informatif dan memiliki visi bisnis yang jauh kedepan, saya sangat senang. Kualifikasi seperti itu memang hal yang sangat penting dan dibutuhkan untuk mengelola bisnis pariwisata untuk kesejahteraan masyarakat dan desa, kalau menurut saya.

Namun, saat memandang ke arah pucuk-pucuk pinus, dan pemandangan yang terhampar jauh di bawah bukit, saya justru merenungkan tantangan lain dari sebuah rantai proses pembangunan, termasuk pembangunan pariwisata.

pucuk pohon pinus di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
pucuk pohon pinus di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
hamparan di kaki bukit Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
hamparan di kaki bukit Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
hamparan di kaki bukit Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
hamparan di kaki bukit Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Sekilas hutan pinus di sini membawa bayangan saya ke beberapa adegan romantis antara Edward Cullen dan Bella Swans dari sekuel Film Twilight Saga. Adegan dimana Bella sering bertemu secara diam-diam dengan Edward di hamparan kebun bunga di tengah hutan pinus, atau adegan ketika Edward membuktikan kekuatan anehnya sebagai seorang vampire dengan menggendong Bella ke pucuk pohon pinus yang menjulang tinggi dan bersama-sama mengagumi pemandangan indah yang ada jauh di bawah mereka.

ilustrasi, Edward dan Bella dalam Film Twilight Saga (www.pinterest.com)
ilustrasi, Edward dan Bella dalam Film Twilight Saga (www.pinterest.com)
ilustrasi, Edward dan Bela, dalam Film Twilight Saga (www.pinterest.com)
ilustrasi, Edward dan Bela, dalam Film Twilight Saga (www.pinterest.com)
Tersadar dari lamunan itu, aku mendengar suara anak-anak dari rombongan kami yang berkejaran menangkapi kupu-kupu yang merayap hinggap di atas tanah yang penuh guguran daun-daun dan buah pohon pinus. Aku kembali merebahkan diri dan memandang ke atas ke arah pucuk pohon pinus. Ternyata aku luput melihat selama memandang ke atas saat melamunkan adegan film Twilight Saga itu. Memang banyak sekali kupu-kupu yang beterbangan di antara pohon-pohon pinus di atas kepalaku, sesungguhnya sejak dari tadi tapi baru kusadari.

Aku mengambil beberapa foto kupu-kupu yang merayap di tanah. Malamnya setelah kembali ke rumah aku mencoba mencari tahu dari internet, nama, asal-usul dan apa saja yang bisa aku ketahui tentang kupu-kupu itu. Aku berpikir seandainya saja aku memiliki alat pemindai gambar atau foto yang bisa langsung terintegrasi dengan mesin pencari semacam ensiklopedia dunia serangga atau kupu-kupu, aku mungkin bisa mendapatkan informasi yang lengkap tentang segala hal menyangkut kupu-kupu ini. Itu aku saksikan ada di film-film Hollywood maupun film-film dokumenter di National Geographic. Sayangnya aku tidak punya.

Swallowtail Butterfly di atas guguran daun-daun pinus di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Swallowtail Butterfly di atas guguran daun-daun pinus di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Swallowtail Butterfly di atas guguran daun-daun pinus di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Swallowtail Butterfly di atas guguran daun-daun pinus di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Swallowtail Butterfly di atas guguran daun-daun pinus di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Swallowtail Butterfly di atas guguran daun-daun pinus di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Swallowtail Butterfly di atas guguran daun-daun pinus di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Swallowtail Butterfly di atas guguran daun-daun pinus di Puncak Pelangkah Gading (dokpri)
Namun, setelah membandingkan foto-foto kupu-kupu yang aku cari-cari di internet pada laman wikipedia, aku menemukan informasi yang identik dengan ciri kupu-kupu yang aku foto di Puncak Pelangkah Gading, kemaren siang itu. Dari situ, saya menduga kalau kupu-kupu ini adalah salah satu dari jenis Swallowtail Butterfly, atau Kupu-Kupu Ekor Layang-Layang, Papilio Polytes. Dari kingdom animalia, filum arthropoda, kelas insekta, ordo lepidoptera, famili papilionidae, genus papilio dan spesies papilio polyte.

Kupu-kupu jenis ini mempunyai lebar sayap sekitar 70-85 mm, tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, kecuali Maluku dan Papua. Umumnya kupu-kupu Ekor Layang-Layang ini senang hidup di daerah hutan yang tidak terlalu lebat, tapi lebih sering ditemukan di daerah-daerah perbukitan. Kupu-kupu ini juga senang hidup di sekitar kebun, terutama kebun bunga dan jeruk. Kupu-kupu ini banyak berperan dalam penyerbukan bunga pada tanaman, sehingga berkembang biak terutama di musim angin muson.

Dugaan saya tentang jenis kupu-kupu ini sehubungan dengan kondisi hutan pinus di Puncak Pelangkah Gading yang memang tidak terlalu lebat dan berada di atas perbukitan. Penduduk Desa Kutambaru juga terkenal sebagai petani penanam jeruk yang handal, sehingga banyak kebun jeruk di desa ini. Pada hari itu juga memang hari agak berangin, walaupun cukup terik dengan sinar matahari yang menyengat. Namun, pada sore hari hujan turun agak lama juga. Kalau dulu dalam pejalaran sekolah, musim hujan di Indonesia dikenal sebagai musim yang diakibatkan oleh angin muson barat.

Sedikit tentang angin muson barat atau yang disebut juga muson musim dingin timur laut, adalah angin yang bertiup pada bulan Oktober hingga April di Indonesia. Angin ini bertiup saat matahari berada di belahan bumi selatan, menyebabkan benua Australia mengalami musim panas yang berakibat pada terciptanya tekanan minimum. Sementara itu, benua Asia menjadi lebih dingin, berakibat pada terciptanya tekanan maksimum, dan bersifat basah sehingga membawa musim hujan, sampai ke Indonesia. Pada periode ini, Indonesia akan mengalami musim hujan akibat adanya massa uap air yang dibawa oleh angin ini, saat melalui lautan luas di bagian utara, dari Samudra Pasifik dan Laut Cina Selatan. Namun, fakta lapangan kini sering tidak bisa diprediksi kapan musim hujan dan kapan musim kemarau.

Fakta bahwa pada siang hari tanggal 24 Maret itu banyak kupu-kupu ekor layang-layang di hutan pinus dan pada sore harinya turun hujan, dan ini adalah periode angin muson barat, lalu langsung dapat disimpulkan bahwa hari ini adalah musim hujan di Tanah Karo tidak lagi dapat dikatakan secara pasti. Karena sejak tanggal 15 Februari 2019 yang lalu, saya baru mengingat baru empat kali hujan seperti ini, dua kali saat malam hari dan dua kali saat siang menjelang sore seperti pada hari itu. Selebihnya adalah sebuah musim kemarau dengan siraman cahaya matahari yang sangat melimpah.

Memang, di belahan bumi yang lain di Indonesia hari-hari ini adalah sebuah musim hujan yang sangat lebat, bahkan sebagian membawa bencana yang amat memilukan, sebagaimana banjir bandang di Sentani Papua atau banjir dan longsor di berbagai wilayah di Yogyakarta.

wana wisata taman kupu-kupu di Curug Tujuh, Cilember, Bogor (https://harjo.wordpress.com)
wana wisata taman kupu-kupu di Curug Tujuh, Cilember, Bogor (https://harjo.wordpress.com)
Apa yang menjadi penting dari hal ini adalah, sekalipun saya sangat senang dengan kemajuan pariwisata yang semoga akan segera terwujud di Puncak Pelangkah Gading Desa Kutambaru Kecamatan Munte, saya menitipkan pesan kepada Bapak Kepala Desa, agar tidak lupa membuatkan satu atau beberapa buah kandang bagi pelestarian Kupu-Kupu Ekor Layang-Layang, Papilio Polytes, kalau memang benar itu namanya, atau siapa pun dia. Karena mereka adalah para penghuni hutan pinus jauh sebelum manusia-manusia datang berwisata ke Puncak Pelangkah Gading nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun