Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hidup di Sebuah Negeri Tanpa Kekerasan, Bagai Memimpikan Utopia?

23 Maret 2019   04:54 Diperbarui: 24 Maret 2019   04:17 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sebuah jembatan yang utopis. (pixabay)

Ternyata di depan sana memang sebuah jembatan yang berada di sisi pantai. Hotel tempat kami menginap ada di ruas jalan ke arah Selatan dari jembatan itu, kami tinggal menyusuri trotoar untuk kembali ke sana.

Saya sempat mengusulkan untuk kembali saja ke arah dari mana kami tadi datang kepada teman saya, karena di ujung jalan kecil menuju jembatan itu ada seekor anjing berbulu hitam yang kelihatannya cukup mengancam bila menyalak. 

Belum sepenuhnya sadar dari lamunan untuk menentukan pilihan antara terus jalan atau kembali, seorang ibu paruh baya berkacamata yang datang dari arah berlawanan menyapa kami sambil berjalan tergesa, "selamat pagi, Bapak." Kelihatannya dia seperti seorang guru. Mungkin guru di salah satu sekolah yang sempat kami lewati tadi. "Selamat pagi, Bu," jawab kami serempak sambil menoleh kaget.

Tak terasa karena menoleh sambil terus berjalan ke arah yang berlawanan dengan ibu itu, kamipun melewati anjing berbulu hitam itu dengan aman sentosa. Anjing itu tidak menyalak, sama sekali tidak mengancam. 

Sampai di sisi jembatan, kami berdua tertawa. Kami diam-diam mungkin menertawakan diri kami sendiri. "Bahkan anjingpun ramah kalau di sini ya," kataku. Teman saya itu kembali hanya tertawa. Kami pun terus berjalan, tak sabar lagi mau menyantap sarapan pagi. Sayang sekali, saya sakit gigi. Jembatan ini bernama jembatan Boulevard.

Kami tertawa di saat jalan kaki pagi itu, mungkin sekali sambil juga mengasihani diri sendiri. Kalau di kampung, saya ingat sekali tidak akan pernah mau nekad mendekati anjing di gang-gang perumahan penduduk bila saya bukan warga yang tinggal di gang itu. Saya memang tidak pernah punya pengalaman digigit anjing di manapun, tapi gigi-gigi runcing anjing yang menggeram karena merasa wilayahnya di masuki orang asing sudah membuat saya terbayang ngilunya bila digigit. Padahal daerah kami satu provinsi dengan daerah asal lagu yang berjudul makan daging anjing dengan sayur kol.

Apa yang saya mau sampaikan bukan sama sekali dalam rangka menyakiti hati para pencinta hewan, atau mendiskreditkan kampung halaman sendiri. Tapi hanya mencoba menampilkan kontras melalui sebuah metafora, dari dua tempat yang berbeda meskipun sama-sama Indonesia. Benar bahwa penilaian atas suatu realitas bukanlah ciri realisme sosial, ia hanya menceritakan apa yang ada secara apa adanya. 

Mengangkat realitas ke dalam sebuah narasi dan membiarkan para pembaca larut dalam imajinasinya sendiri, dan pembaca yang akan menarik makna atas imajinasi yang dibangunnya sendiri. 

Lagipula pengenalan dalam waktu tiga hari secara sambil-sambilan tidak akan mungkin mengungkap realitas sampai tuntas, tidak dapat dibandingkan dengan kenyataan lahir, hidup, besar, makan dan minum dari hasil bumi di kampung sendiri. Tidak akan mungkin seorang realis mampu mengaku, sekalipun ironis, bahwa meskipun hujan emas di kampung orang dan hujan batu di kampung sendiri tetap lebih baik di kampung sendiri.

Selain anjing yang ramah, selama tiga hari di kota ini, kami tidak pernah melihat seorangpun tukang parkir, atau tiang-tiang listrik yang dicat dengan warna-warni loreng milik ormas-ormas, atau peminta-minta atau pengamen jalanan. 

Bahkan saat masuk ke tempat wisatanya, karcis yang kami pegang langsung diganti dengan makanan atau minuman di food cornernya. Saya tidak akan berpretensi bahwa ini adalah sebuah gaya hidup sosial masyarakat sebagai buah kemenangan liberalisme atau kapitalis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun