Di kejauhan masih terdengar suara Anwar yang memanggil-manggil nama Mbah Jambrong, sambil sesekali tertawa terbahak-bahak, seolah seperti sudah mabuk oleh tuak.
Besoknya, Hasan bangun telat. Entah benar-benar telat bangun karena susah tidur malamnya, atau karena tidak tahu lagi cara melawan malu dihadapan Anwar karena ternyata ia takut sama hantu.
Anwar: "Eh, sudah bangun kau, San?" katanya dengan seringai senyum jahil menghias wajahnya.
Hasan: "Eh, cepat nian kau bangun." Wajah Hasan agak kemerahan menanggung rasa malu.
Ayah Hasan datang, dan berkata dengan raut muka kesal: "Hoi, mandi kalian! Sudah tidak sholat, bangun tidurpun kesiangan."
Demikianlah Hasan dan Anwar dibungkam oleh ayah Hasan yang saleh. Setinggi apapun sekolah anak, tetap akan dibayangi oleh rasa hormat kepada ayahnya. Entah salehnya asli atau dibuat-buat. Bagaimanapun, ayahnya telah lebih dulu menjalani kehidupan.
Banyak berjalan banyak dilihat, duluan menjalani hidup tentu duluan melihat kenyataan. Ayah, bagaimanapun tidak selalu mengatakan semua hal yang ia tahu, karena tidak semua hal yang kita tahu itu perlu. Cukup tahu, sudah. ---the end---
Ulasan:
Tidak secara spesifik simbol-simbol agama dipertentangkan dengan kontras dengan dalil atheisme sesuai judulnya. Sikap hidup dari karakter yang mewakili golongan modern dalam novel yang dipandang tidak mengikuti pakem religiusitas masyarakat kita pada umumnya, dalam hal ini adalah Anwar dan Hasan, adalah sebuah metafora untuk mengkritik, baik yang lahir dari kaum agamis maupun mereka yang memandang diri lahir dari rahim modernisme. Kritik atas diri Anwar, Hasan dan Ayah Hasan.
Mungkin sebagian pembaca justru akan memberi ulasan, siapakah sebenarnya yang lebih menyeramkan, sosok khayali Mbah Jambrong atau ayah Hasan?
Manusia yang agamis, mudah sekali mengaminkan bahwa Allah, Tuhan yang Maha Esa itu sebagai Kurios. Kurios adalah sebuah kata dalam bahasa Yunani yang berarti sang pemilik, sang empunya, atau tuan. Namun, tanpa sadar sebenarnya manusia sendiri yang mengatur seperti apa sang pemilik, sang empunya, tuan atau Tuhan itu seharusnya menurut pandangannya.
Manusia yang bersikap seperti ini, bahkan bisa saja menyatakan bahwa ia menyadari kalau ternyata Mbah Jambrong menjadi keramat yang seram itupun disebabkan oleh sang Kurios.