Sontak, si petugas ronda berkumis bapang dan Hasan agak kaget. Hasan bahkan pucat karena Anwar secara tidak sopan menyebut nama Mbah Jambrong dengan sembarangan.
Petugas ronda pun jadi sedikit agak sopan, demi mendengar Anwar menyebut nama Mbah Jambrong dengan sembarangan. Tapi ia tetap tidak mau kehilangan gengsi, ia tetap tidak menghiraukan Anwar yang sudah mempermalukannya.
Petugas ronda: "Eh, dik Hasan, mau ke mana dik?"
Anwar: "Ah, minggir Kau bapang, dimana makam Jambrong?"
Hasan mendelik kepada Anwar: "Sudahlah, kualat kau nanti."
Petugas rondapun plonga-plongo. Sebenarnya Anwar sudah diberi tahu petunjuk arah ke makam Mbah Jambrong oleh Hasan saat di rumah dengan setengah hati. Jadi Anwar tetap saja berjalan tanpa menghiraukan juga si bapang, petugas ronda, yang sudah mulai agak pucat. Hasan mengekor di belakang Anwar dengan hati enggan.
Hasan: "Sudahlah War, pulang kita."
Anwar: "Begitu saja hasilnya setelah kau tamat dari sekolah? Takut kau sama Jambrong?"
Tampak di depan, sebuah komplek makam dengan sebatang pohon kelapa tumbuh tinggi. Itulah ciri-ciri makam Mbah Jambrong, seperti petunjuk Hasan, yang mulai kencing celana tapi malu melarikan diri demi gengsi gelar anak sekolahan yang tak sebanding dengan rasa takut kepada hantu.
Anwar: "Ini dia tempatnya?"
Ada gundukan tanah sepanjang lebih kurang tiga meter di depan, dipagari, dan dikelilingi sesajen, ada rokok, kembang setanggi, juga kelapa muda dan penganan lainnya.
Hasan: "Iiiya, iya War, oooke, sudah ya."
Anwar secara tiba-tiba tanpa menunggu Hasan yang gagap selesai bicara, memanggil dengan berteriak: "Jambrong, keluar kau!!!"
Hasan: "Toloooooong."
Mendadak Hasan lari terbirit-birit di belakang Anwar. Ia meninggalkan sebelah sendal jepitnya yang putus talinya, berceceran lima meter selanjutnya senternya yang masih menyala, juga menghidupkan suara gonggongan anjing-anjing yang terdengar dari rumah-rumah penduduk, tapi kalah oleh suara teriakan minta tolong Hasan.
Tiba di pos ronda, si petugas ronda yang kumisnya bapangpun ikutan berlari menyusul Hasan. Pikirnya barangkali Mbah Jambrong bangkit dari tidur panjangnya, demi mendengar Anwar yang sudah sangat sinting membangunkannya. Sepuluh meter berikutnya, golok si kumis bapangpun terjatuh dari pinggangnya.