oh ... si mulih karaben
ercakap aku la radum
arih-arih la erteman nake
kerah iluh rusursa ngandung
erdalan pe la terjingkangken nande
oh ... si mulih karaben
Sebuah syair yang menceritakan perasaan sedih yang sangat mendalam dari seseorang yang merasakan kesepian yang tak terkira, seolah tidak ada lagi harapan hidup, tidak punya sandaran dan teman untuk berbagi, pulang ke rumah saat malam menjelang tanpa ada orang yang mengharapkan, sendiri dalam tangis sedu sedan pengucilan.
Untuk menyelesaikan permasalahan itu maka diadakan Sidang Kerapatan Raja Bale Berempat dengan menghadirkan Asisten Residen Tapanuli dan Raja-raja Karo (para Sibayak).Â
Dalam sidang, uraian dan alasan memilih tempat permukiman yang disampaikan oleh pendeta E.J. Van den Berg sangat menarik dan menggugah para peserta sidang, sehingga sidang dengan persetujuan para peserta yang hadir menghasilkan keputusan untuk membangun permukiman penderita kusta ditempat yang diinginkan, di Lau Simomo.
Selanjutnya pada tanggal 25 Agustus 1906 dimulailah pembangunan permukiman penderita kusta di tempat baru tersebut. Pada saat itu pulalah pertama kali nama Lau Simomo yang dalam bahasa Karo, Lau berarti air atau sungai dan Momo berarti pengumuman. Selanjutnya orang-orang yang bermukim di permukiman itu juga menyebut tempat mereka dengan Kuta Keriahen atau desa sukacita.Â
Pembangunan permukiman dan fasilitas penderita kusta di Desa Lau Simomo dilaksanakan melalui beberapa tahap. Pembangunannya sekaligus bertujuan untuk mencegah penularan penyakit yang lebih luas kepada masyarakat, mempermudah perawatan dan pengobatan, termasuk merawat dan membina mentalnya.Â