Mohon tunggu...
Tenu Permana
Tenu Permana Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk mengingat, membaca untuk kesadaran.

Mahasiswa Sastra, yang sedang mencoba menggoreskan pembelajaran dan buah pikirnya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemberontakan Seorang Absurdis pada Keabsurdan Hidup

15 Mei 2020   10:07 Diperbarui: 15 Mei 2020   10:06 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Absurdisme sendiri, manusia sepanjang sejarah selalu berusaha untuk menemukan makna hidup. Namun pencarian ini biasanya selalu berakhir dengan satu dari dua kemungkinan: Pertama, hidup ini tidak bermakna. Kedua, hidup ini memiliki tujuan yang berasal dari kekuasaan yang lebih tinggi (Tuhan atau Dewa) dan kita dipaksa tetap harus menjalani dan mengimani kehidupan.

Solusi yang ditawarkan Absurdisme, adalah manusia harus menciptakan makna atas kehidupannya sendiri. Kemungkinan tidak obyektif, namun cara ini dapat membuat hidup berharga dan layak untuk diperjuangkan, sebab jika mengisi absurditas hidup dengan kepercayaan (agama) atau makna universal, itu merupakan cara melarikan diri juga, serupa dengan menghindar. Jalan paling pendek bagi seseorang untuk bebas sepenuhnya adalah dengan menerima absurditas itu. 

Camus memperkenalkan gagasan "Accaptane without resignation" menerima tanpa menyerah. Gagasan ini jalan untuk mengakui absurditas namun tetap tidak menyerah dalam pencarian, dan dalam pencarian tanpa menyerah ini, kita memberi makna dengan cara sendiri terus menerus dan memutuskan pikiran hidup atas pengertian kita sendiri, dan ini dinamai Camus sebagai bentuk pemberontakan.

Manusia pemberontak adalah manusia yang berkata "Ya" terhadap kehidupan, sekaligus secara bersamaan juga menyambutnya dengan "Tidak" pada kehidupan, dalam arti men-tidak-kan akan penderitaan, ketidakadilan, dan keterpurukkan lainnya. 

Seorang pemberontak, percaya bahwa ada satu "kebaikan" yang lebih penting dibanding takdir itu sendiri dan untuk mewujudkan kebahagiaan, seorang pemberontak tidak pernah menoleh kepada hal-hal adikodrati, supranatural, metafisik dan tidak juga kepada negara.

Seorang pemberontak itu amoral, meskipun tidak secara implisit immoral. Sebab moralitas mengimplikasikan pemahaman yang kaku tentang baik-buruk yang pasti setiap waktu. Seorang pemberontak tidak dituntun oleh aturan moral, tapi oleh integritasnya sendiri. Integritas dalam artian di sini berarti kejujuran terhadap diri sendiri dan konsisten atas motivasi-motivasi yang mendorong pikiran dan tindakan yang akan diambil. 

Maka, bagi Camus "I Rebel; therefore I Exist".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun