Harap menjadi perhatian, fiksi horor adalah proses kreatif, proses bisnis maupun punya core bisnis, seperti halnya menulis di kompasiana dengan segenap segmen segala orientasi. Hanya saja, meruahnya fiksi horor pun jangan sampai kita menjadi bodoh, berubah menjadi penghayal (generasi halu), phobi maupun menerbitkan isme-lain yang ditolak oleh negara maupun nalar publik.
Fiksi merupakan salah satu bacaan penulis, termasuk fiksi horor. Di tengah fiksi ini mendorong kita untuk secara sukarela memandikan bahasa kita secara organik. Belajar merepair, membenahi dan menyempurnakan bahkan membuat indah sekaligus merawat bahasa kita. Tak dipungkiri juga, dari fiksi-fiksi horor terbit bahasa slebor di kalangan komunitas, yang juga bakal menggemukkan hasanah bahasa kita. Apakah ini juga bagian atas horor kita (sendiri)?
Kata Bre Redana, orang membaca tidak hanya buku tapi juga tanda-tanda alam. Dengan cara itu sekurangnya kita tak membuat horor budaya yang ditertawakan di negerinya sendiri maupun tuna budaya yang belum mampu menghormati dan menghargai atas produksi budaya bangsa sendiri. Dalam hemat penulis, fiksi horor juga bisa menjadi salah satu upaya mencegah praktik kelam korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H