Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahasa (Blog) dan Kekerasan

12 Oktober 2020   16:33 Diperbarui: 12 Oktober 2020   17:10 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka kemudian, akan lebih baik, kala kita memenuhi ruang blog kita dengan beragam tulisan/Bahasa, lukisan, photo maupun video dengan konten-konten yang riuh dengan rasa damai, ramah dan toleran. Blog kita cermin kita, bahasa kita merepresentasi pribadi kita.

Sekali lagi, blog dengan rerupa kreasi dan inovasi kita juga bermain di 2 kaki, artinya bisa positif maupun sebaliknya, negatif. Hal tersebut sesungguhnya lebih bergantung bagimana itikad, tujuan dan orientasi kita membuat blog, mengisi blog.

Tanpa ketetapan atau keputusan itu tentu, blog kita hanya akan mudah lembek, dan bisa saja dipermainkan maupun dirasuki, diselipi bahkan ditunggapi para penumpang gelap (free rider).

Jika kemudian belakangan masif terjadi kekerasan, termasuk kekerasan dalam aksi demonstrasi, parlemen jalanan, Suka tak suka, disadari atau tak disadari, salah satu penyokong munculnya kekerasan itu dipicu lebih pada unggahan Bahasa pada blog-blog kita. Baik itu bahasa verbal dan non verbal.

Jelaslah bahwa kekerasan merupakan perbuatan yang merugikan orang lain. Kerugian itu berupa rusaknya barang orang lain, atau bahkan hilangnya nyawa orang lain.

Penyebab kekerasan pun beragam, salah satunya ialah adanya faktor bahasa. Penyebutan satu kata makian dalam dialek Bahasa daerah, misalnya, menunjukkan betapa bahasa terlihat dominan dalam aksi kekerasan.

Influencer

Kekerasan yang melibatkan unsur bahasa disebut kekerasan verbal. Jenis kekerasan ini, disadari atau tidak disadari, acap dimulai dari kelalaian kita saat ngeblog. Misalkan, kita melampiaskan amarah pada kawan, kelompok lain atau geng lain lewat Bahasa blog tertentu, maka dengan cepatnya memantik dan mengundang benih permusuhan, pertikaian maupun konflik dalam skala kecil hingga besar. Maka kita perlu saring sebelum sharing, harus bijak sebelum bertindak, mesti mampu mengendalikan jangan sampai dikendalikan gairah instan nan sesat.

Barangkali kita di rumah sebagai kepala keluarga dengan anak-anaknya, sebagai kakak berikut adik-adiknya, seorang pemimpin beserta anak buahnya, maka kemudian blog-blog kita, kita mesti pintar memilih diksi maupun bahasa yang tepat.

Karena sejuta mata sejuta otak akan melihat isi blog kita. Artinya kita harus menjadi teladan yang baik, membangun kontingen kesalehan dan harus dicatat kita perlu menghindari, jangan sampai akibat blog kita menjadi berperkara hukum.

Ibarat kata, kekerasan, baik verbal maupun non-verbal, mirip rantai. Jika rantai itu tidak diputus, kekerasan akan terus-menerus terjadi. Begitu pula dengan konten dan Bahasa di blog kita yang kadang kurang ajar, slengean, semau sendiri, sebaiknya terus kita evaluasi dan inovasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun