Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Geguritan, Katarsis Covid yang Terjal

8 September 2020   13:11 Diperbarui: 30 April 2021   18:01 3600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarat Pesan

Aneka rasa dan warna dapat berhamburan dalam geguritan. Geguritan membawa kita pada klimaks tapi juga bisa anti klimaks. Puisi berbahasa jawa itu serba ada serba bisa. Ada yang merasa tersindir, ada yang berasa tertahan, bisa membuat terkekeh-kekeh tapi juga bisa membikin orang mengurungkan senyum, bisa sensi tapi bisa sensasi, dll.

Menghadapi dan mengatasi pusaran covid-19  ini, kita mesti disiplin melakukan protokol kesehatan dan keamanan dari negara. Bermasker, bekerja di rumah atau menjaga jarak adalah bagian mencegah gusarnya covid-19. Kita perlu konsisten dan jangan sampai kita justru menjadi spoiler.

Kita mesti Tarik-ulur. Jangan selalu tegang, tak perlu sensi tinggi, apalagi selalu apriori atas semua aksi dan peran-peran semua pihak, tidak usah tak perlu menyalah-nyalahkan pemerintah, tak layak menuntut tinggi negara, tak usah ngedumal dan atau menggerutu. Tidak baik menjadi narsis. Kita berusaha sekuat tenaga dan berdoa tanpa jeda mengusir koloni pandemi.

Di saat-saat seperti itu, kita perlu menziarahi peristiwa, kita butuh kawan yang empatik yang menunda bahkan mengurai lara sedih melalui geguritan.

Pada tataran praksis, fenomena geguritan yang baik (hati) membuat kita lebih kreativ dalam menyuarakan opini, komentar, kritik maupun satire. Namun demikian, pada proses inovasi geguritan hingga kini masih penting atas pendampingan dari para guru, dosen, orang tua maupun influencer yang arif agar konten dan konteks geguritan terbebas dari unsur sara.

Karena, jika geguritan yang kita kreasikan kala memunggungi regulasi dan norma bisa berperkara hukum. UU ITE menjadi reminder yang memandu dan membantu. Edukasi soal geguritan, penting karena ada sajian, tayangan maupun tuntutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun