Pada situasi kuyu atas semburan lumpur Blora mengingatkan kita pada peristiwa semburan lumpur Lapoindo di Jatim beberapa tahun berlalu. Jika Lapindo menurut kesimpulan beberapa kajian terjadi atas faktor alam, maka lumpur Blora ini pun lebih dipengaruhi faktor alam (juga).
Untuk itu, peristiwa semburan lumpur yang terjadi di beberapa wilayah sebelumnya dan Blora ini semoga menjadi aktivitas semburan yang terakhir di negeri ini. Peristiwa yang mengayunkan kemuraman ini semestinya juga menjadi momentum kita bersama untuk selalu memberi perhatian kepada alam, mencintai lingkungan dan selalu mengasah kepekaan pada warga sekitar atau terdekat.
Keterpanggilan
Kita mendorong dan menggerakkan, sumburan lumpur panas Blora ini sekurangnya semakin merekatkan dan menggemukkan "pager mangkok," yang jauh lebih bernyawa ketimbang, "pager tembok."
Yang perlu kita pahami, semburan lumpur seperti di Blora ini hendaknya membuat kita semua lebih waspada dan menggiatkan sistem keamanan lingkungan (siskamling). Kita tak ingin peristiwa itu terulang dan tak kita harapkan terbit lagi tangisan, sedu-sedan, apalagi saling menyalahkan.
Maka, kita harus memahami dan membiasakan diri dengan tatanan hidup baru (new normal), agar bisa berdamai dengan Covid-19 maupun pasca semburan lumpur Blora ini. Bukan berarti virusnya menang dan kita pasrah. Atau bukan berarti kita tak melakukan sesuatu untuk mengubah keadaan selepas lumpur Blora menyembur.
Yang pasti, kita harus berubah, beradaptasi hidup normal tapi dengan standar anti covid dan bebas dari kebencanaan lain, termasuk semburan lumpur. Karena kita semua harus tetap beraktivitas. Petani, guru, pedagang, insinyur, tukang, ojek, penjahit, perawat dan dokter, dll harus bekerja. Siswa harus belajar. Maka dibutuhkan adaptasi dengan meningkatkan standar kualitas hidup.
Kepada asosiasi perantau Blora di mana pun berada, kini Blora memanggil, Blora butuh sentuhan invisible hands untuk bangun dan bangkit dari duka. Juga upaya merawat alam, mengantisipasi bumi dan menghelat semangat.
Kini, bolehlah kita membaca novelnya Pramoedya, "Cerita dari Blora," tapi jangan pernah lupakan Blora. Inilah keterpanggilan kita, Pertiwi memanggil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H