Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merdeka Itu Merah Putih

24 Agustus 2020   13:30 Diperbarui: 25 Agustus 2020   19:11 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap kita memperingati peristiwa kemerdekaan, maka kita akan merenung dan instropeksi diri, serta dengan berbekal semangat patriotik kita isi kemerdekaan demi kemajuan bangsa dan negara.

Makna mendalam yang patut kita teladani dari perjuangan merebut kemerdekaan adalah semangat persatuan. Tanpa adanya persatuan para pejuang dan semangat nasionalisme yang tinggi, kemerdekaan belum tentu tercapai. Oleh karena itu, kuatnya persatuan yang d-jalin para pejuang bangsa Indonesia hendaknya di jadikan modal untuk melanjutkan cita-cita kemerdekaan dan tujuan nasional.

Kita menyadari, perjuangan bangsa Indonesia masih sangat panjang. Perjuangan pasca kemerdekaan adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang. Meski demikian perjuangan mengisi kemerdekaan memiliki tantangannya sendiri. 

Bung Karno pernah menyatakan, "Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri". Hal ini telah terbukti. Kita punya sejarah kelam pasca proklamasi kemerdekaan yaitu terjadinya rongrongan terhadap ideologi Pancasila.

Kemudian saat ini kita juga menghadapi ujian atas kemajemukan, kehidupan berpolitik yang belum sehat dan hukum yang belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan masyarakat. Ini riil kehidupan yang ada di sekitar kita dan menjadi bagian dari otokritik dan koreksi yang harus kita sampaikan.

Kalau kita bicara politik hari ini, maka ada banyak kepentingan di dalamnya. Itu oke-oke saja. Karena politik itu seni meraih kekuasaan sesuai dengan visi misi kelompoknya. Tetapi kemudian yang terjadi saat ini bahwa politik kita itu cenderung tidak sehat. Satu dengan yang lain saling menjelekkan (negative campaign), menghujat dan membenci. Merasa bisa dan merasa benar sendiri. Yang lain selalu dianggap tidak mampu dan salah.

Apalagi menjelang gelaran pilkada akhir tahun ini. Nayaris semua cara diluncurkan untuk meraih kemenangan. Ini cara berpolitik yang belum dewasa. Dan hal ini cenderung kerapkali diperlihatkan oleh kader parpol kita. Bagi kita, ini bukan pendidikan politik yang baik untuk rakyat.

Hari ini teknologi informasi berkembang sedemikian pesatnya. Siapa yang saat ini tidak punya android ? Saya kira semua punya. Bahkan satu orang bisa punya lebih dari satu ponsel pintar. Patut kita syukuri karena teknologi sangat bermanfaat bagi kehidupan sosial kita sehari-hari. Bahkan sangat mendukung kerja pemerintahan.

Hari ini kita akui pemanfaatan media sosial untuk menyampaikan informasi, menghimpun masukan, saran dan keluhan masyarakat menjadi penting diusung, untuk kemudian kita tindaklanjuti secara cepat dan tepat. Hari ini masuk keluhan dari rakyat, maka segera ditindaklanjuti.

Termasuk dalam pelayanan pembayaran pajak kendaraan, kartu tani, pengendalian inflasi dan masih banyak yang lain, kita manfaatkan betul perkembangan teknologi informasi.

Namun demikian, kita juga betul-betul prihatin atas bertebarannya isu-isu SARA, informasi atau berita kebohongan, ujaran kebencian dan fitnah, seperti hoaks di media sosial. 

Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya polarisasi-polarisasi kelompok masyarakat di berbagai daerah mengemuka. Dan pada akhirnya menjadi ancaman bagi kerukunan, persatuan dan persaudaraan kita sebagai anak-anak bangsa.

Di tengah hukum sebagai panglima, hukum kita masih seringkali dikeluhkan masyarakat. Banyak orang-orang kurang mampu menjadi lemah di depan hukum. Sebaliknya banyak orang-orang kuat yang kuat pula di mata hukum. Atas kekurangpercayan masyarakat pada penegakan hukum, upaya-upaya main hakim sendiri seringkali dilakukan masyarakat.

Kita patut mengelus dada, atas pemaksaan kehendak, kekerasan maupun intoleransi. Terlepas dari itu dengan alasan apapun tidak dibenarkan oleh norma hukum, norma sosial dan juga norma agama kita kita melakukan hal-hal di atas.

Begitu pula dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai salah satu problem besar bangsa ini, masih saja ada rekan-rekan penegak hukum yang tersandung korupsi atau gratifikasi. 

Hal ini benar-benar telah mencoreng dunia hukum di negara kita. Untuk itulah penting sekali merawat dan terus memperkuat tolerasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jalinan tenun kain kebersamaan harus kembali kita kuatkan.

Bagaimanapun kebhinnkean bangsa kita adalah keniscayaan. Harus kita hadapi dan kelola secara baik dan bijak agar menjadi ke-kuatan. Kemajemukan itu ibarat lidi. 

Kalau hanya satu lidi maka menjadi lemah dan mudah hancur serta kurang bermanfaat. Tetapi ketika jadi ikatan sapu lidi, maka menjadi kuat, dan sangat bermanfaat. Bangsa besar ini tidak boleh kita biarkan tercerai berai karena ego atas identitas kelompok. 

Bangsa besar ini tidak boleh hancur karena dikotomi mayoritas minoritas, dan makin menipis rasa kebanggaan, kebangsaan, dan luruhnya persatuan kesatuan diantara anak-anak bangsa.

Berkeadilan Sosial

Bangsa ini sejatinya berdiri dan ada atas perjuangan seluruh kelompok yang berasal dari beragam suku, agama, ras dan golongan. Semua harus merasa handarbeni. Mari kita kuatkan persatuan kesatuan, kerukunan, kebersamaan demi perwujudan keadilan sosial yang memakmurkan dan mensejahterakan rakyat.

Maka kemudian, Pancasila harus betul-betul dapat dipahami, dihayati dan diamalkan secara baik dalam sikap hidup sehari-hari. Karena sejatinya Pancasila itu digali dari karakter asli bangsa Indonesia. Dan Pancasila itu adalah sumber tertib hukum dan pandangan hidup kita sebagai bangsa.

 Jadi, pada setiap pelaksanaan pembangunan hukum, politik, ekonomi, sosial budaya dan bidang-bidang lainnya harus dan wajib hukumnya berpedoman pada Pancasila dan juga pilar-pilar kebangsaan kita seperti UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Itu prinsip yang tidak boleh ditawar-tawar lagi.

Dari aspek hukum yang Pancasilais, kiranya hukum harus betul-betul mencerminkan dan mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat. Hukum yang memberi perlakuan sama terhadap siapapun. Mau datang dari agama apa, suku apa, etnis dan golongan apa, semua sama dimata hukum.

Kemudian dari aspek ekonomi Pancasilais, maka ekonomi harus betul-betul memberikan kemakmuran dan keadilan sosial bagi rakyat. Bagi kita pertumbuhan ekonomi yang sedang melorot, tetapi kita harus sengkuyung menguatkan republik ini, sehingga berat sama dipikut ringan sama dijinjing. Menggotong gotong royong dalam Ke-Indonesia-an kita.

Bukan hal yang mudah memang, tetapi kita yakin dengan kebersamaan dan padupadan maka pembangunan yang berkeadilan sosial dapat kita wujudkan. Orang di desa, di kota, di pesisir, di pegunungan dan di pelosok daerah manapun, harus memperoleh kesempatan dan akses menuju kemakmuran.

Ingat ! ketika kita sudah bicara Indonesia, maka lepas semua baju-baju kelompok kita, tanggalkan warna dan pilihan politik kita serta asal-usul kita. Semua harus diganti dengan Merah Putih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun