Idul Adha acap dikenal sebagai bulan haji, karena jutaan orang bergembira menunaikan ibadah haji, namun tahun ini tertunda lantaran masih bersemangatnya pandemi covid-19.
Ia kerap pula dilabeli bulan kurban, sebab pada bulan dzulhijah tepatnya tanggal sepuluh, ditetapkan sebagai hari raya idul kurban. Bulan itu juga, para hewan bersetia merelakan diri menggenapkan syarat dan ketentuan kurban yang berlaku.
Tak sedikit hewan kurban yang dipotong dan dagingnya distribusikan kepada warga tentu membawa kebahagiaan yang tak terbayar, utamanya kaum miskin, duafa dan mereka yang sering termarjinalkan. Idul Adha menjadi bulan bahagia buat sesama.
Idul Adha nampaknya selalu menghadirkan keguyuban dan keriangan yang tidak tumpeng tindih. Karena nyaris seluruh warga terlibat dalam perhelatan besar ini, sejak salat id, pemotongan kurban, distribusi daging, dll. Kecuali tahun ini, terdapat pembatasan tertentu demi memutus mata rantai dana tau menekan penyebaran virus covid-19.
Pria-wanita warga setempat bersilang bantu dan saling membahu. Ada yang memotong hewan kurban, ada yang memilah antara tulang dan daging, ada yang bertugas menimbang daging, ada yang mengemas daging ke dalam bungkus plastik atau besek, ada yang menyediakan sarapan dan makan siang bagi pekerja kurban hari itu. Semuanya berpadu dalam terik siang bersama keikhlasan yang menggemuk.
Selain meneladani Nabi Ibrahim dan Ismail dalam keteguhan prinsip, kepercayaan diri, sharing, toleransi, integritas juga menyematkan cinta yang abadi.
Diakui atau tidak, Idul Adha menawarkan perbaikan gizi yang cukup, menguatkan imunitas manusia apalagi di tengah agresi covid-19, mengurangi kelaparan, belajar memanusiakan manusia dengan kemanusiaan tinggi maupun ada pelajaran menabung yang dalam.
Selain itu, momentum Idul Adha terus dan selalu meniupkan keragaman yang bertubi, sejak jenis hewan, panitia yang terlibat, pelbagai latar belakang pekurban juga varian cara mengakhiri hayat hewan kurban. Nampaknya, seremoni Idul Adha juga menyorongkan hiburan tersendiri bagi anak-anak maupun warga setempat. Bahkan tak sedikit mereka yang memviralkan setiap step Idul Adha dengan segenap keramahannya. Keramahan desa nyata, keramahan kampung menyatu, keramahan manusia menjelma dalam aksi-aksi sosial kemanusiaan dalam balutan pembagian daging kurban yang tulus.
Mengapa Idul Adha selalu menjaga dan dinanti seluruh warga. Karena pada moment tersebut diyakini mendatangkan sumber-sumber ekonomi baru, sekurangnya di tengah sulitnya ekonomi (paceklik) akibat terpaan covid-19.
Kita bisa petakan para aktor yang berkesempatan meraup rejeki dalam aroma ekonomi baru Idul Adha. Adalah peternak hewan kurban (Sapi, Kerbau, Kambing, Domba, dll) yang pada bulan Idul Adha bisa bersenyum manis kala ternak piaraannya banyak dipinang orang dijadikan hewan kurban.
Kemudian, lebaran Idul Adha juga membuat para pedagang hewan berasa manggut-manggut cerah parasnya sambal menghitung keuntungan yang diperoleh atas blusukannya ke pelosok desa mencari, mengumpulkan, merawat dan atau menawarkannya kepada calon buyer hewannya.