Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mencegah Karhutla di Tengah Corona

4 Agustus 2020   18:00 Diperbarui: 5 Agustus 2020   01:01 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang juga sering terjadi, adalah pembuka lahan yakni membakar alang-alang dan berbagai tumbuhan yang dianggap hama. Ini agar tidak dilakukan masyarakat. Kalau bakar, harus ditungguin tidak apa-apa. Kalau bakar, ditinggal, yang terjadi ada potensi kebakaran.

Musim kemarau pada 2020 ini, selain akan memunculkan ancaman kebakaran, juga memiliki dampak lanjutan langsung berupa meningkatnya risiko penularan covid-19 pada masyarakat di sekitar wilayah kebakaran lahan dan hutan.

Mongabay.co.id (9/5/2020) mengungkap, sejumlah literatur menunjukkan pencemaran udara dan asap meningkatkan penyebaran virus corona dengan meningkatnya peluang virus melayang lebih lama di udara, pada kondisi aerosol yang diciptakan asap.

Terobosan

Selain itu, orang dengan masalah pernapasan bawaan sebelumnya, seperti asma dan pneumonia, diketahui merupakan kelompok dengan tingkat kerentanan menderita virus corona. Bagaimana jika kebakaran tetap berlangsung di hutan dan lahan yang selama ini sering terjadi, dan pendemi covid-19 terus berlangsung dalam periode Juni-September?

Edwin Martin, peneliti dari Litbang LHK Palembang mengatakan, terkait kebijakan protokol kesehatan dalam rangka penanganan covid-19, katanya, dapat menjadi menjadi pisau bermata dua.

"Jika semua kegiatan terhenti, baik program pemerintah, seperti pembuatan sekat kanal dan embung] maupun aktivitas ekonomi petani di lahan, maka elemen satu dan dua yakni kebasahan gambut dan modal sosial akan melemah, maka risiko kebakaran hutan dan lahan menguat," katanya.

Jika pembatasan aktivitas ekonomi menyebabkan daya beli masyarakat menurun, maka bisa jadi luka modal sosial, terkait relasi masyarakat dengan lahan gambut yang umumnya dikuasai pihak swasta dan pemerintah, akan terbuka. "Ini berarti risiko kebakaran hutan dan lahan makin membesar," ungkapnya.

Guna mengatasi hal ini, penguatan modal sosial harus ada. Yakni, model padat karya tunai  untuk warga di sekitar lahan yang selama ini acap terbakar. Ini meliputi kegiatan pemasangan sekat, pengelolaan lahan untuk, patroli kesiapsiagaan air dan alat pemadaman, pelatihan pengendalian pertama pada Kejadian Kebakaran, dll.

Kegiatan PKT ini hendaknya tidak hanya mengandalkan sumber dana dari dana desa atau anggaran pemerintah lainnya, tetapi harus ada peran besar sektor swasta.Tujuannya, memupuk dan memperlihatkan modal sosial pada masa krisis ini. Selain itu, perlu juga pemberian bantuan sosial.

Di sisi lain, di masa pandemi covid-19, masyarakat di kawasan rawan kebakaran hutan dan lahan perlu didistribusikan bantuan sosial. Dana Desa juga perlu disinkronkan pemanfaatannya untuk karhutla maupun penyediaan air bersih, sekaligus bantuan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun