Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mencegah Karhutla di Tengah Corona

4 Agustus 2020   18:00 Diperbarui: 5 Agustus 2020   01:01 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) periode Januari - Maret 2020 mencapai 8.254 hektare (Kontan.co.id, 10/5/2020). Presiden Joko Widodo menyebut 99% kasus karhutla muncul akibat ulah manusia yang sengaja membakar hutan dan lahan karena motif ekonomi.

Seperti kita ketahui bersama, musim kemarau tahun kemarin, titik-titik api kebakaran hutan dan lahan di Indonesia banyak sekali kita temukan. Hal ini tidak boleh terulang lagi tahun ini. Kesiapsiagaan harus kita tingkatkan. Kerjasama dan sinergitas dari berbagai pemangku kepentingan harus terus dikuatkan dalam mensikapi bencana yang dari data 90% akibat dari ulah manusia.

Di tahun ini berbagai program penanggulangan bencana, khususnya kebakaran hutan yang mencakup pencegahan dan kesiap-siagaan, penanganan darurat, rehabilitasi, rekonstruksi, recovery serta terkait dengan ketahanan masyarakat untuk mengurangi resiko dan dampak kebakaran harus terus menjadi fokus kerja kita dan harus terus kita tingkatkan.

Kita bersyukur, dengan berlandaskan semangat gotong-royong dan kesengkuyungan, masyarakat dan seluruh stakeholder terkait, sedikit demi sedikit telah sadar akan pentingnya mencegah berbagai bencana yang ada, termasuk kebakaran dengan membentuk berbagai komunitas yang secara swadaya melakukan mitigasi bencana berbasis masyarakat.

Sinkronisasi program kegiatan antar pemangku kepentingan yang menjadi garda terdepan dalam penanganan kebencanaan harus terus dilakukan dan diperkuat. Sekat-sekat yang menghambat penanganan bencana, baik kewilayahan secara geografis maupun antar instansi, mesti dihapuskan.

Sinergitas dan jejaring dengan seluruh pihak dalam penanggulangan bencana mutlak terjalin erat. BPBD Provinsi, Kabupaten / Kota, kepolisian, TNI dan Perhutani sebagai ujung tombak dalam penanganan bencana kebakaran hutan dan lahan harus bisa bersinergi, bekerja-sama serta bahu-membahu mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan.

Khusus Jawa Tengah, jumlah kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah Jawa Tengah, telah mencapai 456 titik kejadian selama musim kemarau ekstrem tahun ini. Data Perum Perhutani Divisi Regional Jateng, kerugiannya mencapai Rp2,5 miliar.

Menurut Ahli Perlindungan Hutan Perum Perhutani Regional Jawa Tengah, Weda Panji Hudaya, total luasan lahan dan hutan yang terbakar di wilayahnya mencapai 1.672 hektare. Itu terhitung sejak bulan Januari hingga Oktober 2019.

Hutan lindung dan hutan produksi yang dikelola perhutani Jateng, totalnya ada 636 ribu hektare. Untuk kejadian kebakaran sepanjang Januari hingga Oktober 2019, ada sebanyak 1.672 hektare yang terbakar (viva.co.id, 14/10/2019).

Pengalaman adanya kebakaran gunung yang pernah terjadi, tidak akan melanda lagi. Catatan penulis, kebakaran gunung yang pernah terjadi, seperti di Gunung Lawu, Gunung Sindoro, Sumbing, Merbabu, Merapi, dan Slamet di Jawa Tengah. Oleh karena itu, kita mengajak pengelola bukit dan hutan mewaspadai adanya pendaki. Mengingat saat kemarau tiba, biasanya banyak pendaki.

Para pendaki itu kadang-kadang lupa saat mendaki membuat api unggun. Begitu mereka naik melanjutkan aktivitas mendakinya, pemadaman api unggun tak maksimal dilakukan. Sementara di musim kemarau, mereka bawa air bersihnya saja sedikit, bagaimana mau meyakinkan bahwa itu sudah mati.

Yang juga sering terjadi, adalah pembuka lahan yakni membakar alang-alang dan berbagai tumbuhan yang dianggap hama. Ini agar tidak dilakukan masyarakat. Kalau bakar, harus ditungguin tidak apa-apa. Kalau bakar, ditinggal, yang terjadi ada potensi kebakaran.

Musim kemarau pada 2020 ini, selain akan memunculkan ancaman kebakaran, juga memiliki dampak lanjutan langsung berupa meningkatnya risiko penularan covid-19 pada masyarakat di sekitar wilayah kebakaran lahan dan hutan.

Mongabay.co.id (9/5/2020) mengungkap, sejumlah literatur menunjukkan pencemaran udara dan asap meningkatkan penyebaran virus corona dengan meningkatnya peluang virus melayang lebih lama di udara, pada kondisi aerosol yang diciptakan asap.

Terobosan

Selain itu, orang dengan masalah pernapasan bawaan sebelumnya, seperti asma dan pneumonia, diketahui merupakan kelompok dengan tingkat kerentanan menderita virus corona. Bagaimana jika kebakaran tetap berlangsung di hutan dan lahan yang selama ini sering terjadi, dan pendemi covid-19 terus berlangsung dalam periode Juni-September?

Edwin Martin, peneliti dari Litbang LHK Palembang mengatakan, terkait kebijakan protokol kesehatan dalam rangka penanganan covid-19, katanya, dapat menjadi menjadi pisau bermata dua.

"Jika semua kegiatan terhenti, baik program pemerintah, seperti pembuatan sekat kanal dan embung] maupun aktivitas ekonomi petani di lahan, maka elemen satu dan dua yakni kebasahan gambut dan modal sosial akan melemah, maka risiko kebakaran hutan dan lahan menguat," katanya.

Jika pembatasan aktivitas ekonomi menyebabkan daya beli masyarakat menurun, maka bisa jadi luka modal sosial, terkait relasi masyarakat dengan lahan gambut yang umumnya dikuasai pihak swasta dan pemerintah, akan terbuka. "Ini berarti risiko kebakaran hutan dan lahan makin membesar," ungkapnya.

Guna mengatasi hal ini, penguatan modal sosial harus ada. Yakni, model padat karya tunai  untuk warga di sekitar lahan yang selama ini acap terbakar. Ini meliputi kegiatan pemasangan sekat, pengelolaan lahan untuk, patroli kesiapsiagaan air dan alat pemadaman, pelatihan pengendalian pertama pada Kejadian Kebakaran, dll.

Kegiatan PKT ini hendaknya tidak hanya mengandalkan sumber dana dari dana desa atau anggaran pemerintah lainnya, tetapi harus ada peran besar sektor swasta.Tujuannya, memupuk dan memperlihatkan modal sosial pada masa krisis ini. Selain itu, perlu juga pemberian bantuan sosial.

Di sisi lain, di masa pandemi covid-19, masyarakat di kawasan rawan kebakaran hutan dan lahan perlu didistribusikan bantuan sosial. Dana Desa juga perlu disinkronkan pemanfaatannya untuk karhutla maupun penyediaan air bersih, sekaligus bantuan sosial.

Pandemi corona jadi tantangan besar Indonesia dalam menangani kebakaran hutan dan lahan. Di antaranya pembatasan sosial, penghentian pemantauan langsung di lapangan, dan pemotongan anggaran pengendalian karhutla yang dialokasikan untuk penanganan covid-19.

Industri bahwa upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan dan lain-lain tetap terus dipublikasikan secara online. Tapi ini tidak mampu menggantikan secara utuh pertemuan tatap muka. Ada kekhawatiran bahwa di beberapa derah, akses internet tidak tersedia

Mari kita elaborasi semua permasalahan yang ditemui di lapangan, evaluasi berbagai kasus kebakaran yang terjadi tahun kemarin. Penting membuat terobosan-terobosan yang menarik dalam penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di. Mari kita jadikan negeri ini lebih tangguh dalam menghadapi bencana kebakaran hutan dan lahan. Tahun ini, jangan sampai ada lagi kebakaran hutan dan lahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun