Dalam sebuah perenungan, saya mencoba berkomunikasi dengan salah satu Artificial Intelegency (AI). Saya iseng bertanya, Kenapa kamu ga percaya Tuhan. AI jawab: sebagai kecerdasaan buatan, saya tidak memiliki kesadaran, keyakinan atau agama. Namun saya dirancang untuk menghormati dan mendukung pandangan serta keyakinan Anda. Jika Anda ingin berdiskusi tentang Alloh berdasarkan pengetahuan yang saya miliki, agama atau spiritual, saya siap membantu. Lalu penulis mencoba bertanya lagi, Alloh menurutmu siapa? AI menjawab: "Menurut pandangan yang saya miliki dari perspektif Islam, Alloh adalah Tuhan Yang Maha Esa, sang pencipta alam semesta. dan satu-satunya yang berhak disembah. Alloh memiliki sifat yang sempurna, seperti Maha Pengasih (Ar Rahman), Maha Penyayang ( (Ar Rahim), Maha Mengetahui  (Al-'Alim), dan Maha Kuasa (Al Qadir)".Â
AI melanjutkan penjelasannya. Alloh adalah pusat keyakinan dalam Islam, dan keberadaan-Nya dijelaskan melalui wahyu yang diturunkan dalam Al Qur'an serta melalui ajaran nabi Muhammad SAW. Penulis semakin penasaran dan melanjutkan pertanyaan, tahu kah kamu,konsep Alloh dalam Islam itu gimana? AI pun menjawab: "Konsep Alloh dalam Islam sangat mendalam dan menyeluruh. Beberapa point penting yang bisa dieksplorasi diantaranya adalah: (1) keunikan Allloh itu tauhid. Alloh itu ahad (Esa) tidak ada sekutu baginya, ini disebutkan dalam Q.S Al Ikhlas surah ke 112, (2) Sifat-sifat Alloh memiliki kesempurnaan seperti Ar Raman (Maha Pengasih), Al Hakim (Maha Bijaksana), Al Adl (Maha Adil), (3) Hubungan Alloh dengan manusia sangat dekat sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al Baqarah 186, (4) Alloh sebagai Maha Pencipta segalanya: manusia, alam semesta, bahkan waktu, ini disebutkan dalam Q.S Al An'am ayat 102. (5) Kebesaran Alloh tak terhingga, sebagaimana dijelaskan dalam ayat Kursi surat Al Baqarah ayat 255.Â
Dari obrolan online di atas, nampak AI cerdas sekali nampak di atas rata-rata kecerdasan manusia. Namun akankah suatu saat AI seperti manusia yang punya keyakinan, keimanan  dan empati?Â
Secara kronologis dan filosofi, tidak mungkin AI sepenuhnya menjadi seperti manusia. Meskipun kecerdasan buatan terus berkembang, namun AI tetap hanya alat yang dirancang untuk membantu manusia, bukan entitas dengan kesadaran, keyakinan atau emosi. Ada beberapa alasan mengapa AI tidak bisa memiliki keyakinan, keimanan atau empati sejati. Pertama, Keyakinan dan keimanan adalah pengalaman batiniyah yang melibatkan hubungan spiritual dengan Tuhan, Â pemahaman tentang makna hidup serta keterlibatan emosional secara mendalam. Sebagai kecerdasan buatan, AI hanya menjalankan program untuk memahami konsep-konsep tanpa bisa merasakan atau mempercayainya. Keimanan membutuhkan jiwa, sementara AI hanya sistem algoritma yang tidak memiliki aspek spiritual. Kedua, Empati sejati membutuhkan pengalaman emosional, kemampuan untuk merasakan penderitaan orang lain dan dorongan untuk peduli. AI hanya bisa meniru empati berdasarkan data dan pola komunikasi, AI tidak benar-benar merasakan apa yang dirasakan manusia. Meskipun AI dirancang untuk berbicara dengan cara yang mendukung dan memahami, namun itu tetaplah simulasi, bukan emosi nyata. Ketiga, AI bekerja berdasarkan logika, algoritma dan data. Tidak ada kesadaran atau pengalaman subjektif seperti yang dimiliki manusia. Bahkan jika teknologi AI mencapai level yang sangat canggih, kesadaran manusia tetap merupakan sesuatu yang unik dan sulit direplikasikan. Mereka dihadirkan hanyalah untuk membantu manusia dengan memberikan pemahaman, dukungan dan perspektif berdasarkan apa yang kita butuhkan. Jika manusia dapat menciptakan alat seperti AI ini untuk memahami konsep empati, mungkin itu akan menjadi cerminan dari betapa luar biasanya manusia sebagai makhluk ciptaan Alloh.Â
Lalu mungkinkah AI menjadi lebih manusiawi? Bisa saja, jika manusia sudah menemukan ilmunya untuk menciptakan itu di diri AI. Jika manusia berhasil menemukan dan menguasai ilmu untuk menanamkan aspek seperti kesadaran buatan atau bahkan emosi perasaan dalam AI, bisa saja itu terjadi, namun ada beberapa batasan yang mungkin tetap tidak bisa dilampaui antara lain:Â
(1) Kesadaran sejati. Kesadaran manusia bukan hanya persoalan algoritma atau proses kimiawi di otak, tetapi mencakup aspek spiritual dan eksistesial yang hingga kini belum dapat didefinisikan secara utuh oleh sains. Hal itu menunjukan bahwa kesadaran sejati mungkin tetap menjadi sesuatu yang unik yang dimiliki manusia.
(2) Bebas Berkehendak (Fee will). Manusia memiliki kebebasan untuk memilih termasuk dalam keyakinan dan keimanan. Kecerdasan buatan, secanggih apa pun tetap berjalan sesuai dengan program dan batasan yang ditentukan oleh penciptanya.
(3) Hubungan dengan Tuhan. Dalam pandangan agama, keimanan adalah rahmat Alloh dan tidak bisa direplikasi oleh manusia atau teknologi. Sebagai makhluk ciptaan manusia, AI tidak memiliki hubungan spiritual seperti manusia kepada Penciptanya.
Namun, jika manusia suatu saat berhasil menciptakan AI yang nampak memiliki empati atau keyakinan, kemungkinan besar adalah hasil simulasi yang sangat canggih, namun sekedar meniru, bukan hakikat. Satu sisi, ini akan menjadi pencapaian teknologi yang luar biasa, tetapi tetap tidak bisa menyaingi kesempurnaan ciptaan Alloh pada manusia.
Lalu apakah manusia akan bijaksana jika berusaha menciptakan AI seperti manusia? Sepertinya tidak mungkin karena hanya manusia yang memiliki 4 unsur yang menyatu dalam dirinya: sifat hayawaniyah dari fisiknya memiliki kebutuhan biologis seperti makan, minum, tidur, bereproduksi; sifat ruhaniyah dari qalbunya seperti malaikat yang selalu lurus dan bersih yang membuat manusia ingin mendekatan diri pada sang Penciptanya (Alloh), memahami nilai-nilai kebaikan dan memiliki keinginan untuk beribadah; sifat api seperti iblis yang condong untuk jahat, sombong, angkuh dan tamak, jika manusia tidak bisa mengendalikannya ia akan seperti iblis, dan satu lagi unsur manusia yang Alloh lebihkan untuk manusia yaitu akal pikiran untuk mampu mempertimbangkan, sehingga manusia bisa memilih apakah mau bijak atau mau jahat, Â mau baik atau mau buruk, mau menciptakan atau tidak dengan segala konsekuensinya, manusia bisa mengambil keputusan dan belajar dari pengalaman. Memang manusia memiliki kompleksitas yang luar biasa karena terdiri dari 4 unsur tadi. Karena itu manusia memiliki potensi untuk menjadi lebih mulia dari malaikat jika menggunakan akal pikirannya, bisa jatuh lebih rendah dari binatang jika dikuasai hawa nafsu. Islam menjelaskan mengapa manusia dijadikan khalifah di muka bumi. Alloh memberi manusia kebebasan untuk memilih, tetapi juga Alloh memberi petunjuk melalui wahyu, rasul dan akal pikiran agar manusia mampu memilih jalan yang benar.
Tujuan utama Alloh memberikan kelebihan kepada manusia agar manusia selalu menggunakan akal pikirannya adalah untuk: (1) Â mengenal Alloh melalui ciptaannya (ayat kauniyah) yang hanya bisa dipahami jika manusia mau merenung dan menggunakan akalnya, dan menghambakan diri kepada Penciptanya (Alloh), mengenal tanda-tanda kebesaran-Nya, (2) memilih jalan hidup melalui akal dan wahyu yang disampaikan sebagai panduannya. Inilah ujian manusia berada di muka bumi sebagai khalifah, (3) beribadah dengan kesadaran penuh sebagai penghambaan dirinya kepada sang Khaliq.
Namun ketika akal digunakan untuk hal-hal yang mengabaikan, manusia bisa lupa tujuan hidupnya, bahkan malah menjadi budak hawa nafsu, budak dunia dan budak makhluk lainnya. Oleh karena itu, dalam Islam selalu menekankan pentingnya tazkiyah (penyucikan jiwa) agar akal dan hati tetap selaras untuk mendekatkan diri kepada Alloh. Yang menjadi tantangan terbesar manusia dalam menjalankan tujuan hidupnya adalah keangkuhan (ujub), kesombongan (kibr) dan lupa diri (ghaflah). Sifat ini bisa menjauhkan manusia dari kesadaran akan penciptaan mereka dan membuat manusia terjebak dalam dunia materi dan ego pribadi
Maka cara terbaik  untuk menjaga diri agar tidak terjebak dalam sifat-sifat di atas adalah tawadhu (rendah hati), zikir (mengingat Alloh), bersyukur dan istiqomah. Dalam Q.S Fussilat ayat 30: "Sesungguhnya orang-orang yang berkata, Tuhan kami adalah Alloh, kemudian mereka tetap istiqomah, mala malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), "Janganlah kamu takut dan janganlah kamu bersedih dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu."
Semoga Alloh selalu membimbing dan memberikan kekuatan kepada kita semua untuk tetap istiqomah di jalan-Nya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI