Mohon tunggu...
Syarifuddin Imam
Syarifuddin Imam Mohon Tunggu... Buruh - Fakir Ilmu

Belajar menulis untuk membiasakan membaca. Jangan menyesal tak mampu karena malas untuk membaca.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tahura Bukan Opsi Bijak Untuk Ibu Kota Baru

14 Mei 2019   20:29 Diperbarui: 14 Mei 2019   20:50 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belakangan ini masyarakat diramaikan dengan keputusan Presiden Jokowi untuk merelokasi Ibu Kota Negara ke luar pulau jawa. Salah satu kandidat Ibu Kota baru adalah Kalimantan Timur. Dianggap layak karena merupakan daerah yang strategis karena berada posisi tengah dan bukan wilayah ring of fire dan diyakini memiliki potensi bencana yang kecil.

Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto menjadi opsi yang diberikan oleh Pemprov Kaltim apabila jadi untuk merelokasi Ibu Kota ke Kalimantan Timur. Untuk membangun ibu kota berdasarkan hasil kajian dari Bappenas memerlukan 3.000-4.000 hektare. Relokasi ibu kota menggunakan Tahura Bukit Soeharto bukanlah opsi yang tepat.

Tahura Bukit Soeharto sendiri sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. SK.419/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 seluas 61.850 hektare.  Tujuannya untuk menjaga kelestarian dan menjamin pemanfaatan potensi kawasan dan berfungsi sebagai wilayah untuk koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli yang dapat dipergunakan untuk kepentingan penelitian, pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Deforestasi

Deforestasi atau kerusakan hutan adalah kegiatn konversi lahan hutan alam untuk penggunaan sektor lainnya. Tentu saja ketika keputusan final relokasi ibu kota dilaksanakan di kaltim akan menyebabkan penurunan kualitas hutan dengan ditandai dengan hilangnya beraneka ragam spesies dan berkurangnya biomas. Nantinya bukan hanya gedung-gedung pemerintahan serta perumahan pegawai yang terbangun disana, hal ini akan memancing para pelaku ekonomi untuk mengambil peluang di ibu kota. Dapakanya adalah kerusakan hutan akan terus-menerus berlangsung. 

Deforestasi sebenarnya sudah lama dialami oleh hutan-hutan di Kalimantan Timur yang disebabkan oleh aktifitas-aktifitas perindustrian seperti alih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, pertamabangan dan sebagainya. Selain itu kebijakan  perekonomian era orde baru yang menganggap hutan sebagai energi terbarukan menyebabkan eksploitasi besar-besaran sebagai sumber devisa pembangunan negara yang di akhir era orde lama mengalami inflasi 650 persen.

Namun kini hal tersebut akan terulang kembali dengan sekenario baru. Alasan bahwa yang akan dibangun hanyalah pusat pemerintahan dan pusat bisnis akan tetap berada di Jakarta merupakan argumentasi untuk merelokasi ibu kota ke Tahura Bukit Soeharto. Argumentasi tersebut belum dapat menjamin keberlangsungan kelestarian Tahura Bukit Soeharto.

Artinya bahwa pengusulan Tahura Bukit Soeharto sebagai opsi Ibu Kota bukan merupakan usulan yang tepat. Kebijakan yang dikeluarkan sangat jauh dari semangat green development yang selama ini menjadi sebuah filosofis yang sering di usung. Seharunya Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memperhatikan dampak negatif yang akan muncul nantinya dengan merekolasi Ibu Kota di wilayah Tahura Bukit Soeharto.

Paru-Paru Dunia

Dalan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Kaliamantan telah jelas menyatakan bahwasanya pulau Kalimantan dipersiapkan sebesar 45 persen hutan lindung yang berfungsi sebagai paru-paru dunia. Selain itu fungsi lain ditujukan sebagai sarana memelihara keanekaragaman hayati dan tumbuhan serta satwa endemik.

Dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kalimantan Timur tahun 2016 dari jumlah keseluruhan hutan di Kalimantan Timur yang mencapai 12.638.936 hektare hanya sebesar 1.844.969 hektare saja yang berstatus hutan lindung. Dengan demikian hayan sekitar 14,5 % hutan di Kalimantan Timur yang dapat difungsikan sebagai penopang paru-paru dunia. Jumlah itu tentunya belum terhitung dengan luas hutan lindung yang digunakan untuk aktifitas pembangunan infrastruktur dan yang rusak akibat aktivitas illegal lainnya.

Dengan jumlah yang tidak begitu besar tersebut bukan suatu opsi yang bijak apabila Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur tetap mempertahakan opsi Tahura Bukit Soeharto menjadi Ibu Kota Negara. Artinya kebijkan yang diambil oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur tidak pro terhadap kelestarian serta ekositem hutan. Selain itu juga akan mempertanyakan sejauh mana komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur berkenaan dengan penyediaan 45 Persen hutan lindung sebagai paru-paru dunia.

Opsi Lain

Opsi pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur merupakan salah satu usulan yang dirasa tepat. Infrastruktur penunjang yang dimiliki oleh Kalimantan Timur lebih unggul dibandingkan dengan daerah kandidat lainnya. Aspek mitigasi Kalimantan Timur dirasa cukup aman karena berada di luar ring of fire sehingga cukup aman untuk terhindar dari bencana alam.

Selain itu dalam kultur sosialpun Kalimantan Timur cukup unggul. Dapat dikatakan bahwasanya memang Kalimantan Timur merupakan salah satu minatur dari Indonesia karena memiliki kesukuan yang majemuk dan juga memilki akulturasi budaya yang sangat variatif. Sehingga pemindahan  Ibu Kota ke Kalimantan Timur dinilai sebagai pemiihan yang cukup tepat.

Namun opsi tempat Tahura Bukit Soeharto yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dirasa belum tepat. Sebelum Tahura Bukit Soeharto, Kecamatan Sotek Kabupaten Penajam Paser Utara sempat digadang sebagai calon kandidat lokasi dimana relokasi Ibu Kota dilaksanakan. Letak kecamatan Sotek yang cukup strategis karena memiliki akses menuju bandara SAMS Sepinggan Balikpapan yang cukup dekat. Selain jarak dengan bandara Kecamatan Sotek juga memliki akses yang dekat dengan Jembatan Tol Teluk Balikpapan yang akan segera dibangun.

Selain itu sosial kultur masyarakat Penajam Paser Utara yang juga sangat variatif, karena beberapa daerah merupakan wilayah pemukiman transmigrasi sehingga nantinya memungkin para pegawai yang di pidah tugaskan bersama dengan relokasi ibu kota akan lebih cepat beradaptasi.

Dengan beberapa keunggulan tersebut dapat menjadikan Sotek sebagai alternatif opsi untuk lokasi relokasi Ibu Kota. Dibandingkan dengan harus menggunakan wilayah Tahura Bukit Soeharto yang dapat menjadi faktor baru rusaknya hutan di Kalimantan Timur. Selain itu pemanfaatan Tahura Bukit Soeharto akan berjalan sebagaiman fungsinya. Poin penting lainnya adalah Tahura Bukit Soeharto nantinya yang akan menjadi penyeimbang skaligus menjadi paru-paru untuk ibu kota baru bahakan juga di dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun