Karst Mangkalihat merupakan salah satu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada Kalimantan Timur khususnya masyarakat Kabupaten Kutai Timur dan Berau.Â
Menurut informasi di wilayah karst mangkalihat terdapat 37 goa prasejarah yang di dalamnya terdapat lukisan candas tertua di Asia Tenggara. Karst juga menjadi tanda hadirnya manusia sejak jaman prasejarah dibuktikan dengan bertebarannya artefak-artefak seperti tembikar dan guci di wilayah karst mangkalihat ini. (kebudayaan.kemdikbud.go.id).
Dari sisi ekologis karst memiliki fungsi sebagai penjamain ketersediaan air lewat sungai bawah tanah dan mata airnya. Sudarmaji, dkk (2013) dalam bukunya menyebutkan bahwa karst merupakan salah satu tendon air besar yang ada di bumi.
Adanya lapisan epikarst yang terletak di bagian atas kawasan karst memungkinkan terjadinya penundaan sehingga mampu untuk menyimpan dan mengalirkan air hingga sungai bawah tanah dan mata air pada musim kemarau.
Karst juga merupakan tempat hidup bagi flora dan fauna endemik. Goa merupakan salah satu surga bagi funa endemik karst. Rahmadi (2008) menyebutkan fauna endokarst dengan jenis trogloxen salah satunya adalah kelelawar.
Dengan keunikan ekologis dan budayanya ini karst mangkalihat menjadi salah satu yang diusulkan kepda UNESCO untuk masuk kedalam daftar warisan dunia. Tidak konsistennya dalam menjaga kelestarian ekosistem karst akan menjadi pertimbangan UNESCO.
Dalam rangka untuk menjaga kelestarian ekositem karst Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur harus mengembangkan dan mengimplementasikan co-management  taman nasional di antara berbagai pemangku kepentingan. Salah satunya adalah dengan menetapkan keseluruhan wilayah karst mangkalihat sebagai wilayah bentang alam karst.
Sesuai dengan  Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur wilayah yang masuk kedalam wilayah bentang alam karst hanya 362,706 hektar dari total keseluruhan 1,867,676 hektar, jelas bahwasanya sisanya sangat berpotensi untuk di eksploitasi.
Potensi itu benar adanya, bahwa untuk saat ini telah terbit 1izin perkebunan karet, 5 izin perkebunan plasma sawit, 24 izin perkebunan sawit. Izin-izin ini akan terus bertambah, untuk sekarang saja ada 17 calon izin tambang mineral non-logam, Â 4 izin IUPHHK hutan tanaman Industri, 1 izin pabrik semen, dan izin lokasi tambang batu bara yang berasal dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur maupun Pemerintah Kabupaten Kutai Timur.
Seharusnya baik Pemprov Kaltim maupun Pemkab Kutim sebagi pemegang kewenangan penerbitan izin harusnya dalam pengelolaan wilayah harus berorientasi kepada konsep Total Economic Value (TEV). Pearce dan Moran (1994) mengatakan konsep TEV ini dalam pengelolaan ekositem harus memperhatikan dua hal yaitu nilai guna (use value) dan nilai non-guna/intrinsic (non-use value) .
Nilai Guna (Use Value).
Nilai guna (use value) dibagi menjadi nilai guna langsung (direct use value), nilai guna tak langsung (indirect use value) dan nilai pilihan (option value). Nilai guna langsung merupakan nilai sumber daya alam yang diperoleh secara langsung dari ekosistem karst. Nilai guna langsung yang pertama adalah habitat dari flora dan fauna endemik. Apabila karst tidak di kelola denga konsep yang benar tentu saja flora dan fauna tersebut akan hanya menjadi sebuah dongeng di masa akan datang.
Selain itu mata air yang bersumber dari karst juga menjadi harapan pemenuhan air tawar bagi nelayan di wilayah pesisir laut Biduk biduk. Dapat dibayangkan apabila ekositem karst rusak dan mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari mata air tersebut, tentu akan menjadi sebuah permasalahan besar bagi masyarakat pesisir Biduk biduk.
Karst juga menyimpan sumber cadangan air lewat sungai bawah tanahnya yang menjamin ketersediaan pasokan air apabila musim kemarau tiba. Selanjutnya karst juga memiliki nilai guna tidak langsung sebagai penyerap karbondioksida di dunia.
Menurut pusat studi karst UGM setiap tahunnya karst mangkalihat dapat  menyerap 4486,72 kiloton karbon inorganik  pertahunnya dan mampu menyerap 82,84 kiloton karbon organik pertahunnya. Jika melihat perhitungan jasa lingkungan (Nilai Karbon) karst berpotensi menghasilkan Rp. 39,960,837,565 pertahunnya.
Selanjutnya nilai penggunaan pilihan atau option value dimana nilai ini mengacu kepada penggunaan lainnya dari karst. Kawasan karst bisa di kelola menjadi destinasi wisata yang menyajikan keunikan geografis yang dimiliki.
Keunikan geografis tentunya menjadi daya tarik tersendiri, baik bagian eksokarst maupun endokarst. Eksokarst sendiri memiliki keunikan yang dapat dikelola seperti telaganya yang jernih untuk wisata pemandian alam, mata airnya dekeloala untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan air tawar masyarakat di sekitar karst dan lain sebagainya.
Dari bagian endokrst atau bagian dalam karst sendiri gua-gua bisa diajdikan sebagai destinasi wisata prasejarah dengan keunikan lukisan-lukisan candas serta barang-barang kuno, speleothemnya yang unik juga bisa menjadi salah satu tujuan dari destinasi wisata karst ini.
Nilai Non-Guna/Intrinsik (Non-Use Value)
Nilai non-guna dibagi menjadi nilai keberadaan (existence value), nilai warisan (bequest value). Nilai keberadaan dari karst jelas sebagai sebagai penyeimbang ekosistem alam.
Disisi lain keberadaan dari karst juga dapat menjadi media untuk pengembangan ilmu pengetahun, karena karakteristik serta keunikan yang ada di karst magkalihat ini  tidak ditemukan di semua karst yang ada.
Keunikan dari karst tersebut harus terus dijaga dan menjadi tanggung jawab bersama baik pemangku kewenangan, LSM, akademisi serta masyarakat. Selain itu pemerintah harus terus berusaha agar karst magkalihat diakui  menjadi salah satu warisan dunia oleh UNESCO.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H